Skip to main content

ambaran pengetahuan tentang Metode Amenorea Laktasi pada ibu menyusui di wilayah Kerja Puskesmas Pembantu

BAB 1

PENDAHULUAN


    1. Latar Belakang

Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera atau NKKBS menjadi visi untuk mewujudkan “Keluarga Berkualitas tahun 2015”. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggungjawab, harmonis, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam paradigma baru program Keluarga Berencana ini, misinya sangat menakankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi, sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga. (Abdul Bari Saifuddin,2006)

Program Keluarga Berencana Nasional mempunyai kontribusi penting dalam upaya meningkatkan kualitas penduduk. Kontribusi program Keluarga Berencana Nasional tersebut dapat dilihat pada pelaksanaan program Making Pregnancy Safer. Salah satu pesan kunci dalam Rencana Strategik Nasional Making Pregnancy Safer atau MPS di Indonesia 2001-2010 adalah bahwa setiap kehamilan harus merupakan kehamilan yang diinginkan (Abdul Bari Saifuddin,2006). Untuk mewujudkan pesan kunci tersebut, Keluarga Berencana merupakan upaya pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama. Untuk mengoptimalkan manfaat keluarga berencana bagi kesehatan, pelayanannya harus digabungkan dengan pelayanan kesehatan reproduksi yang telah tersedia. Pencegahan kematian dan kesakitan ibu merupakan alasan utama diperlukannya pelayanan keluarga berencana. Masih banyak alasan lain, misalnya membebaskan wanita dari rasa khawatir terhadap terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, terjadinya gangguan fisik atau psikologi akibat tindakan abortus yang tidak aman, serta tuntutan perkembangan sosial terhadap peningkatan status perempuan di masyarakat. (Abdul Bari Saifuddin,2006)

Pemilihan kontrasepsi pada ibu menyusui bukanlah suatu masalah asalkan tenaga medis dan pasien memperhatikan beberapa pertimbangan fisiologis. Pada masa kehamilan terjadi suatu infertilitas fisiologis. Biasanya, lamanya kehamilan sebanding dengan masa infertilitas yang terjadi, misalnya kehamilan yang prematur memiliki masa infertilitas yang lebih pendek daripada kehamilan cukup bulan. Pada kehamilan cukup bulan ovulasi paling cepat kembali 25 hari. Pada ibu yang memberikan Air Susu Ibu atau ASI eksklusif pada bayinya dapat menunda dari ovulasi sampai 6 bulan. Hisapan bayi menyebabkan pengeluaran prolaktin yang dapat menekan proses ovulasi. Saat bayi berumur 6 bulan, makanan tambahan harus diberikan dan pemberian ASI cenderung dikurangi, sehingga kemungkinan terjadinya ovulasi meningkat. Bila bermaksud menggunakan kontrasepsi hormonal, ibu dan tenaga medis harus memperhatikan beberapa informasi dalam membuat sebuah keputusan yang tepat. Hormon yang terdapat pada kontrasepsi hormonal juga dapat di transfer ke dalam air susu ibu dalam jumlah yang banyak atau sedikit, hal ini tergantung pada hormon yang digunakan. Efek hormon pada ASI terhadap bayi sedikit tetapi nyata. Kemungkinan efek hormon terhadap laktasi, kualitas dan kuantitas air susu mesti juga merupakan pertimbangan. Terakhir, resiko terjadinya fenomena tromboemboli pada kontrasepsi yang mengandung estrogen, adalah hal yang perlu diperhatikan terutama selama periode hiperkoagulasi yang terjadi segera setelah melahirkan. Idealnya mulai dari pertengahan kehamilan, seorang perempuan telah mengetahui metode keluarga berencana apa yang akan digunakannya setelah melahirkan. (Ksuheimi,2009)

Seorang ibu bila memberikan ASI eksklusif kepada bayinya, keuntungannya adalah infertilitas selama 6 bulan. Fenomena inilah yang menjadi metode transisional efektif dari keluarga berencana yang dikenal dengan Metode Amenorea Laktasi atau MAL. Dikatakan transisional karena pada akhirnya ibu harus memilih metode lain jika ingin menghindari kehamilan. MAL paling tepat untuk ibu yang memang berencana menyusui selama 6 bulan atau lebih. Bila bayi hanya mendapat makanan dari ASI atau dengan tambahan makanan dalam jumlah sedikit, dan ibu tidak mengalami menstruasi pertama setelah melahirkan, maka ASI mempunyai peranan >98% dalam mencegah kehamilan selama 6 bulan sejak melahirkan. (Ksuheimi,2009)

Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten .............., jumlah bayi pada tahun 2008 terdapat 19.060 bayi, jumlah bayi yang di beri ASI eksklusif mencapai 13.345 bayi atau 70,02%. Sedangkan ibu yang menggunakan alat kontrasepsi MAL tidak terdeteksi. Berdasarkan hasil survey awal penelitian yang dilaksanakan di wilayah Kerja Puskesmas Tikung, Kecamatan Tikung bulan Pebruari 2010 dari 10 orang ibu yang menyusui, didapatkan 4 orang atau 40% yang belum mengikuti KB, dan 6 orang atau 60 % yang telah mengikuti KB Pil dan Suntik. Sehingga dari data di atas didapatkan masalah masih ada ibu menyusui yang mengikuti KB Hormonal di wilayah Kerja Puskesmas Pembantu Soko, Kecamatan Tikung, Kabupaten ...............

Beberapa faktor yang mempengaruhi pada ibu menyusui untuk mengikuti MAL sebagai salah satu alat kontrasepsi diantaranya adalah pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, sosial budaya, dan informasi.

Sebagai faktor pertama yaitu pengetahuan ibu menyusui tentang MAL. Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Soekidjo Notoatmodjo,2007). Semakin tinggi pengetahuan ibu menyusui tentang MAL, maka akan menerima MAL sebagai salah satu alat komtrasepsi. Sebaliknya semakin rendah pengetahuan ibu menyusui tentang MAL, mereka tidak bisa menerima MAL sebagai salah satu alat kontrasepsi.

Pendidikan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang di harapkan oleh pelaku pendidikan (Soekidjo Notoatmodjo,2007). Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu menyusui, maka semakin mudah mereka memperoleh dan menangkap informasi yang diberikan dimana informasi itu bersifat positif seperti MAL sebagai salah satu alat kontrasepsi. Begitu juga sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan ibu menyusui, maka sulit bagi mereka untuk menangkap informasi maupun ide termasuk tentang MAL sebagai salah satu alat kontrasepsi yang penting bagi ibu menyusui mencegah kehamilan.

Pekerjaan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan didalam atau diluar rumah. Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung (Wahid Iqbal Mubarak,2007). Ibu menyusui yang tidak mempunyai beban pekerjaan yang terlalu banyak di luar rumah, maka ibu akan mempunyai lebih banyak waktu untuk menyusui maupun memakai MAL. Sebaliknya bila ibu menyusui yang banyak kesibukan seperti bekerja di luar rumah, kemungkinan tidak akan mempunyai banyak waktu untuk menyusui maupun memakai MAL.

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pada aspek psikologis atau mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa (Wahid Iqbal Mubarak,2007). Seorang ibu yang mempunyai umur lebih dewasa maka akan lebih matang juga cara berpikirnya, kemungkinan bisa memakai MAL sebagai salah satu alat kontrasepsi. Sebaliknya seorang ibu yang mempunyai umur lebih mudah maka akan kurang matang juga cara berpikirnya, kemungkinan tidak bisa memakai MAL sebagai salah satu alat kontrasepsi.

Minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu (Wahid Iqbal Mubarak,2007). Ibu menyusui yang mempunyai minat tinggi tentang MAL dari dalam dirinya akan mudah mencapai tujuan yaitu pemakaian MAL sebagai salah satu alat kontrasepsi. Sebaliknya pada Ibu menyusui yang mempunyai minat rendah tentang MAL akan menghambat pemakaian MAL sebagai salah satu alat kontrasepsi.

Pengalaman adalah guru yang baik, pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan (Soekidjo Notoatmodjo,2005). Pada ibu multipara yang pernah mempunyai pengalaman tentang menyusui tetang MAL, kemungkinan bisa memakai MAL sebagai salah satu alat kontrasepsi. Sebaliknya pada ibu primipara yang belum pernah mempunyai pengalaman menyusui tentang MAL, kemungkinan tidak bisa memakai MAL sebagai salah satu alat kontrasepsi.

Sosial budaya adalah sebagai suatu pengembangan dari kata majemuk budi-daya, budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa tersebut (Noorkasiani,2009). Bagi masyarakat perkotaan dengan budaya yang modern akan lebih cepat dan banyak memperoleh informasi tentang MAL, kemungkinan mereka tidak akan ragu terhadap informasi yang telah diterima, kemudian memakai MAL sebagai salah satu alat kontrasepsi. Sebaliknya bagi masyarakat pedesaan dengan budaya yang tradisional dan kurang memperoleh informasi tentang MAL, kemungkinan mereka akan ragu terhadap informasi yang telah diterima, kemudian tidak mau memakai MAL sebagai salah satu alat kontrasepsi.

Kemudahan seseorang untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Wahid Iqbal Mubarak,2007). Semakin tinggi kepedulian tenaga kesehatan, terutama yang berperan sebagai edukator dalam memberikan informasi dan pendidikan kesehatan tentang MAL pada ibu menyusui, maka ibu menyusui tersebut akan memakai MAL sebagai salah satu alat kontrasepsi. Sebaliknya bila tenaga kesehatan kurang memberikan informasi dan pendidikan kesehatan tentang MAL pada ibu menyusui, maka ibu menyusui tersebut akan ragu dalam memakai MAL sebagai salah satu alat kontrasepsi.

Adapun dampak positif dan negatif dari MAL antara lain sebagai berikut: Dampak positifnya yaitu tidak mengganggu hubungan senggama, tidak ada efek samping secara sistemik. Sehingga pada bayi akan mendapat kekebalan pasif atau mendapat antibodi perlindungan lewat ASI, sumber asupan gizi yang terbaik dan sempurna untuk tumbuh kembang bayi yang optimal, terhindar dari keterpaparan terhadap kontaminasi dari air, susu lain atau formula, atau alat minum yang di pakai. Pada ibu bisa mengikuti MAL sebagai salah satu alat kontrasepsi, mengurangi perdarahan pasca persalinan, mengurangi resiko anemia, meningkatakan resiko psikologik ibu dan bayi. Dampak negatifnya yaitu penundaan atau penekanan ovulasi. Sehingga pada ibu pemakai kontrasepsi ini dapat mengganggu siklus menstruasinya.

Untuk meningkatkan pengetahuan ibu menyusui tentang MAL, sebagai salah satu metode yang dapat digunakan dalam berKB pada ibu menyusui, peran tenaga kesehatan terutama perawat sebagai edukator diharapkan dapat membantu memberikan informasi yaitu dengan melakukan penyuluhan di posyandu atau pada saat warga berkunjung ke tempat pelayanan kesehatan.

Dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ibu menyusui untuk menggunakan MAL sebagai salah satu alat kontrasepsi, maka peneliti hanya membatasi pada faktor pengetahuan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan : “Bagaimana gambaran pengetahuan tentang Metode Amenorea Laktasi pada ibu menyusui di wilayah Kerja Puskesmas Pembantu Soko, Kecamatan Tikung, Kabupaten ..............?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui gambaran pengetahuan tentang Metode Amenorea Laktasi pada ibu menyusui di wilayah Kerja Puskesmas Pembantu Soko, Kecamatan Tikung, Kabupaten ...............

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1). Bagi Profesi Keperawatan

Hasil penilitian ini bisa memberikan masukan bagi profesi perawat dalam memberikan informasi tentang pemilihan alat kontrasepsi pasca persalinan yaitu dengan menggunakan Metode Amenorea Laktasi.

2). Bagi Peneliti Yang Akan Datang

Hasil penilitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan pada tenaga kesehatan, guna memberikan pelayanan dan informasi tentang pemakaian alat kontrasepsi Metode Amenorea Laktasi, sebagai salah satu metode yang dapat digunakan dalam berKB pada ibu menyusui.


Comments

Popular posts from this blog

Hubungan antara peran keluarga dan tingkat kecemasan Ibu hamil untuk melakukan hubungan sexual selama kehamilan trimester III

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada manusia sexualitas dapat dipandang sebagai pencetus dari hubungan antara individu, dimana daya tarik rohaniah dan badaniah atau psikofisik menjadi dasar kehidupan bersama antara 2 insan manusia (Hanifa Wiknjosastro, 1999:589). Menurut A. Maslow dikutip oleh Soekidjo Notoatmodjo (2003:500, mengemukakan bahwa kebutuhan manusia terdiri dari 5 tingkat, yaitu kebutuhan fisik, keamanan, pengalaman dari orang lain, harga diri dan perwujudan diri. Maslow juga mengungkapkan bahwa kebutuhan manusia yang paling dasar harus terpenuhi dahulu sebelum seseorang mampu mencapai kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Salah satu dari kebutuhan fisik atau kebutuhan yang paling dasar tersebut adalah sexual. Kebutuhan sexual juga harus diperhatikan bagaimana cara pemenuhannya seperti halnya dengan kebutuhan fisik lainnya, meskipun seseorang dalam keadaan hamil. 1 Walaupun sebenarnya sexual

gambaran pengetahuan keluarga dalam perawatan pasien gangguan jiwa Skizofrenia di URJ Psikiatri

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara maju, modern dan industri keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa, dan kecelakaan. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta identitas secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien (Dadang Hawari, 2001 : ix ). Gangguan jiwa Skizofrenia tidak terjadi dengan sendirinya begitu saja akan tetapi banyak faktor yang menyebabkan terjadinya gejala Skizofrenia . Berbagai penelitian telah banyak dalam teori biologi dan berfokus pada penyebab Skizofrenia yaitu faktor genetik, faktor neurotomi dan neurokimia atau struktur dan fungsi otak serta imunovirologi atau respon tubuh terhadap perjalanan suatu virus (Sheila L Videbec

gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan dan minuman yang paling sempurna bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret Lowson, 2003). Sejak awal kelahirannya sampai bayi berusia 6 bulan, ASI merupakan sumber nutrisi utama bayi. Komposisi ASI sempurna sesuai kebutuhan bayi sehingga walaupun hanya mendapatkan ASI dibeberapa bulan kehidupannya, bayi bisa tumbuh optimal. ASI sangat bermanfaat untuk kekebalan tubuh bayi karena didalamnya terdapat zat yang sangat penting yang sudah terbukti melawan berbagai macam infeksi, seperti ISPA, peradangan telinga, infeksi dalam darah dan sebagainya. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan lain yang selain ASI. Makanan ini dapat berupa makan yang disiapkan secara khusus atau makanan keluarga yang dimodifikasi (Lilian Juwono: 2003). Pada umur 0-6 bulan, bayi tidak membutuhkan makanan atau minuman selain ASI. Artinya bayi hanya memperoleh susu ibu tanpa tambahan cairan lain,