Skip to main content

HUBUNGAN ANTARA POLA NUTRISI DENGAN KADAR HAEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER III

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat diukur dengan angka kematian ibu dan bayi. Kesejahteraan ibu besar pengaruhnya terhadap angka kematian maternal dan perinatal. Kesejahteraan ibu dipengaruhi oleh faktor pendidikan, kemiskinan, pelayanan kesehatan yang masih lemah, biologis dan budaya masyarakat. Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru, suatu periode pertumbuhan. Kondisi kesehatan dimasa lalu sekaligus keadaan kesehatan ibu saat ini merupakan suatu landasan kehudupan baru tersebut, dimana nutrisi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil akhir suatu kehamilan (Bobak, 2005).

Terjadinya kehamilan, maka seluruh sistem genetalia wanita mengalami perubahan yang mendasar sehingga dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Placenta dalam perkembangannya mengeluarkan hormon somatomamotropin, estrogen dan progesteron yang menyebabkan perubahan pada rahim, vagina, ovarium, payudara dan sirkulasi darah ibu (Manuba IGB., 1998).

Perubahan yang terjadi bila ibu dinyatakan hamil adalah terjadinya penambahan cairan tubuh atau volume plasma yang tidak sebanding dengan penambahan massa sel darah merah, sehingga terjadi pengenceran darah, akibatnya kadar hemoglobin menurun dan berakibat terjadinya anemia pada kehamilan. Anemia yang tidak segera ditangani sangat beresiko tinggi pada ibu dan bayi karena akan berpengaruh terhadap kehamilan, persalinan dan masa nifas. Adapun dampak dari anemia antara lain: keguguran, partus prematurus, partus lama, kematian janin dalam kandungan, syok, afribronogenemia dan hipofibrinogenemia, infeksi intra partum dan dalam nifas ibu lemah sampai terjadi anemia gravis (Rustam Mochtar, 1998). Yang pada akhirnya akan meningkatkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi.

Anemia dalam kehamilan ialah kondisi ibu hamil dengan kadar hemoglobin dibawah 11 gr% (Saifuddin AB., 2002), sedangkan menurut Royston (1993) anemia dalam kehamilan disebabkan karena banyaknya wanita yang memulai kehamilan dengan cadangan makanan yang kurang. Saat kehamilan zat besi yang dibutuhkan oleh tubuh lebih banyak dibandingkan sebelum hamil. Zat besi pada wanita hamil dibutuhkan untuk pembentukan sel-sel darah merah, janin dan placenta, dimana anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai ialah anemia akibat kekurangan besi, hal ini dapat disebabkan karena kurang masuknya unsur zat besi dalam makanan (Wirakusumah, 1999).

Menurut World Health Organization (WHO) angka kematian ibu di negara berkembang yang disebabkan oleh anemia dalam kehamilan mencapai angka 40%. Penyebab kematian ibu tidak langsung antara lain anemia, kurang energi kronis (KEK) dan keadaan “4 terlalu” yaitu : terlalu muda, terlalu tua, sering melahirkan dan banyak anak. Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Indonesia tahun 2004 kejadian anemia ibu hamil sebanyak 50%, sedangkan target tahun 2004 angka kejadian anemia 50% (Ikatan Bidan Indonesia, 2004). Sedangkan catatan Dinas Kesehatan Jawa Timur tahun 2006 angka kejadian anemia pada ibu hamil 55% dari target 50%.

Menurut Manuaba (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia adalah kurang gizi atau malnutrisi, kurang zat besi dalam diit, malabsorbsi, kehilangan darah yang banyak, penyakit kronik, parietas, usia ibu hamil dan tingkat sosial ekonomi rendah. Wanita hamil dinyatakan anemia apabila Hb kurang dari 11 gr%, dengan klasifikasi, bila Hb 9-11 gr% dikategorikan anemia ringan, Hb 7-8 gr% dikategorikan anemia sedang dan Hb kurang dari 7 gr% dikategorikan sebagai anemia berat.

Menurut data yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten ................. tahun 2005 angka kejadian anemia pada ibu hamil 56% dari target 55%, sedangkan tahun 2006 angka kejadian 58% dari target 60%. Berdasarkan survei awal pada bulan September 2007 di Puskesmas Sugio, peneliti melakukan pemeriksaan pada 10 orang ibu hamil ditemukan 7 (70%) menderita anemia ringan dan 3 (30%) tidak mengalami anemia kehamilan. Dari data diatas menunjukkan bahwa masalah penelitian adalah masih tingginya kejadian anemia pada ibu hamil trimester III.

Berdasarkan data tersebut, didapatkan suatu gambaran secara umum bahwa kejadian penurunan kadar Hb atau anemia pada kehamilan masih terjadi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya kadar hemoglobin pada ibu hamil diantaranya adalah : pengetahuan, asupan nutrisi atau intake, malabsorpsi, penyakit kronik, perdarahan, usia, parietas dan sosial ekonomi.

Bila seseorang kurang pengetahuan tentang gizi menyebabkan seseorang tidak mengerti mengenai komponen-komponen yang terdapat dalam bahan makanan yang berhubungan dengan kesehatan atau yang lebih dikenal dengan istilah zat-zat gizi termasuk pentingnya zat besi bagi ibu hamil. Yang mana pengetahuan berasal dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu (Soekidjo Notoatmodjo, 2003). Hal ini didukung pendapat Asrul Bahar (2001) yang menyatakan bahwa kurangnya zat besi akan mengakibatkan kecepatan pembentukan haemoglobin dan konsentrasinya dalam peredaran darah menurun sehingga akan terjadi anemia.

Kurangnya asupan nutrisi atau intake makanan akan mengakibatkan malnutrisi yang akan mempengaruhi kecepatan pembentukan haemoglobin dan konsentrasi dalam darah menurun sehingga menyebabkan anemia (Royston, 1993). Hal ini terjadi karena zat besi yang tersedia tidak cukup untuk pembentukan hemoglobin, sehingga produksi hemoglobin lebih rendah dari normal, maka memungkinkan untuk terjadinya anemia. Kehamilan sangat memerlukan kebutuhan zat besi, jika persediaan Ferose (Fe) minimal setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe dan akhirnya menimbulkan anemia (Manuaba IGB., 1998). Jika intake makanan tidak adekuat, maka besi yang tersedia tidak mencukupi untuk sintesis haemoglobin karena defisiensi besi dalam makanan, walaupun eritrosit tetap diproduksi dalam jumlah biasa akan tetapi kandungannya lebih rendah dari normal dan berukuran lebih kecil sehingga kurang mampu mengangkut oksigen. Dengan demikian semakin sedikit kandungan zat besi yang terkandung dalam makanan kemungkinan terjadinya anemia akan semakin besar.

Menurut Wirakusumah (1999) apabila ada gangguan absorbsi pada usus halus dalam tubuh zat-zat gizi tidak dapat diserap, dan apabila berlangsung lama ibu akan mengalami anemia. Dengan demikian jika wanita hamil mengalami mal absobrsi maka akan terjadi gangguan resorbsi, sehingga kemungkinan terjadinya anemia semakin besar.

Pada umumnya pengeluaran besi yang berlebihan terjadi akibat perdarahan kronis yang bisa timbul karena panyakit yang berasal dari : saluran pernafasan seperti tuberculosis berupa batuk darah kronis, saluran urogenital berupa hypermenorhoe atau polimenorhoe, saluran pencernaan makanan berupa wasir, hiatus hernia, karsinoma lambung, karsinoma colon, cacing usus dan lain- lain (Boedi Warsono, 1998). Pada penyakit kronik sel darah merah dihancurkan lebih cepat sehingga pembentukan hemoglobin tidak terjadi sehingga semakin lama penyakit yang diderita kemungkinan terjadinya anemia akan semakin besar.

Kondisi perdarahan juga akan mempengaruhi wanita, karena pada wanita memerlukan zat besi lebih tinggi dengan terjadinya menstruasi. Wanita yang sering mengalami kehamilan dan persalinan akan banyak kehilangan zat besi dan menjadi anemia (Manuaba IGB., 1998). Akibat perdarahan maka sel darah merah dengan hemoglobinnya sebagai pembawa oksigen hilang. Dengan demikian semakin banyak jumlah darah yang keluar akan diikuti dengan peningkatan pengeluaran zat besi. Apabila tidak ditangani dengan segera, tubuh akan mengambil persediaan besi yang disimpan. Begitu pula halnya apabila persediaan yang ada dalam transferin habis maka lambat laun kadar Hb menjadi turun, sehingga kemungkinan terjadi anemia semakin besar.

Usia penting dalam kehamilan karena ikut menentukan prognosa kehamilan. Kalau umur terlalu tua atau terlalu muda maka persalinan lebih banyak resikonya. Jumlah kebutuhan zat besi setiap hari sebenarnya tergantung pada umur, jenis kelamin dan berat badan. Kalau seorang wanita mengalami kehamilan dalam usia dini kurang dari 16 tahun akan beresiko, karena pada usia ini organ alat reproduksi ibu belum matang, sedangkan pada ibu hamil yang terlalu tua denganusia lebih dari 35 tahun juga akan beresiko, karena dalam masa ini seorang ibu mengalami kemunduran fungsi tubuh dan alat reproduksinya, apalagi bila disertai akibat penyakit degeneratif maka resiko yang mengancam akan semakin meningkat (Rustam Mochtar, 1998). Wanita dikatakan beresiko untuk melahirkan bila berusia < 20 tahun dan > 35 tahun. Salah satu resiko yang dapat timbul adalah terjadinya anemia kehamilan. Kejadian anemia sering terjadi pada wanita usia subur, karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan zat besi selama hamil (Manuaba IGB., 1998).

Parietas yang tinggi dan jarak persalinan yang dekat atau kehamilan berulang dalam waktu singkat akan menyebabkan anemia, hal ini disebabkan cadangan zat besi ibu yang sebenarnya belum pulih akibat banyak dipakai pada proses kehamilan sampai melahirkan, karena sebelumnya terkuras untuk keperluan janin yang di kandung berikutnya. Itulah sebabnya pengaturan kehamilan menjadi penting untuk diperhatikan sehingga ibu siap untuk menerima janin kembali tanpa harus menghabiskan cadangan besinya. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Tierney (2003) bahwa kehamilan berulang terutama dengan menyusui merupakan penyebab anemia yang paling sering terjadi, peningkatan kebutuhan zat besi tidak akan terpenuhi dengan suplemen besi, karena pada ibu hamil mengalami haemodilusi dengan peningkatan volume 30-40% yang puncaknya pada kehamilan 32-34 minggu dan setelah persalinan dengan lahirnya placenta dan perdarahan, ibu akan kehilangan zat besi sekitar 900 mg.

Wanita hamil dengan sosial ekonomi rendah cenderung akan mengalami kekurangan gizi pada kehamilan. Dengan asupan gizi yang kurang, maka akan berakibat terjadinya anemia pada kehamilan.. Hal tersebut akan berpengaruh pada kemampuan untuk konsumsi makanan dan zat gizi, karena konsumsi bahan pangan kaya zat besi sangat membantu penderita anemia gizi besi, perlu diperhatikan juga konsumsi bahan pangan sumber vitamin C dan protein yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi didalam tubuh (Wirakusumah, 1999).

Sebagai upaya untuk mencegah terjadinya penurunan kadar Hb, salah satunya adalah dengan cara memberikan nutrisi yang seimbang, dalam hal ini mengenai pola nutrisi baik jenis, jadwal dan jumlahnya, serta pemberian tablet Fe secara teratur. Disamping itu diperlukan peran serta petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan akan pentingnya pemenuhan nutrisi ibu hamil untuk mencegah terjadinya penurunan kadar Hb.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah :

1) Bagaimana pola nutrisi ibu hamil trimester III di Puskesmas Pembantu Gondang Lor Kecamatan Sugio ?

2) Bagaimana kadar Hb ibu hamil trimester III di Puskesmas Pembantu Gondang Lor Kecamatan Sugio ?

3) Adakah hubungan antara pola nutrisi dengan kadar Hb pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Pembantu Gondang Lor Kecamatan Sugio ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara pola nutrisi dengan kadar Hb pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Pembantu Gondang Lor Kecamatan Sugio.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengidentifikasi pola nutrisi ibu hamil trimester III di Puskesmas Pembantu Gondang Lor Kecamatan Sugio

2) Mengidentifikasi kadar Hb ibu hamil trimester III di Puskesmas Pembantu Gondang Lor Kecamatan Sugio

3) Menganalisis hubungan antara pola nutrisi dengan kadar Hb pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Pembantu Gondang Lor Kecamatan Sugio

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Praktis

1) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam upaya pencegahan anemia serta dapat memberikan informasi penting tentang dampak anemia terhadap kehamilan, persalinan dan nifas.

2) Penelitian ini dapat digunakan sebagai data dalam menentukan perencanaan penyuluhan pada ibu hamil tentang nutrisi dan penurunan kadar Hb pada kehamilan.

1.4.2 Teoritis

1) Dapat digunakan sebagai masukan bagi pemegang program dalam mengembangkan perencanaan keperawatan yang akan dilakukan dan upaya pencegahan penurunan kadar Hb, serta pentingnya nutrisi dalam kehamilan.

2) Dapat menambah pengetahuan, menerapkan dan mengembangkan ilmu yang telah diperoleh serta bahan masukan untuk mengkaji dan melakukan penelitian lebih lanjut tentang anemia pada kehamilan

1.5 Batasan Penelitian

Dari beberapa faktor yang menyebabkan anemia diatas, peneliti hanya membatasi pada hubungan antara pola nutrisi dengan kadar Hb pada ibu hamil trimester III.

Comments

Popular posts from this blog

Hubungan antara peran keluarga dan tingkat kecemasan Ibu hamil untuk melakukan hubungan sexual selama kehamilan trimester III

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada manusia sexualitas dapat dipandang sebagai pencetus dari hubungan antara individu, dimana daya tarik rohaniah dan badaniah atau psikofisik menjadi dasar kehidupan bersama antara 2 insan manusia (Hanifa Wiknjosastro, 1999:589). Menurut A. Maslow dikutip oleh Soekidjo Notoatmodjo (2003:500, mengemukakan bahwa kebutuhan manusia terdiri dari 5 tingkat, yaitu kebutuhan fisik, keamanan, pengalaman dari orang lain, harga diri dan perwujudan diri. Maslow juga mengungkapkan bahwa kebutuhan manusia yang paling dasar harus terpenuhi dahulu sebelum seseorang mampu mencapai kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Salah satu dari kebutuhan fisik atau kebutuhan yang paling dasar tersebut adalah sexual. Kebutuhan sexual juga harus diperhatikan bagaimana cara pemenuhannya seperti halnya dengan kebutuhan fisik lainnya, meskipun seseorang dalam keadaan hamil. 1 Walaupun sebenarnya sexual

gambaran pengetahuan keluarga dalam perawatan pasien gangguan jiwa Skizofrenia di URJ Psikiatri

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara maju, modern dan industri keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa, dan kecelakaan. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta identitas secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien (Dadang Hawari, 2001 : ix ). Gangguan jiwa Skizofrenia tidak terjadi dengan sendirinya begitu saja akan tetapi banyak faktor yang menyebabkan terjadinya gejala Skizofrenia . Berbagai penelitian telah banyak dalam teori biologi dan berfokus pada penyebab Skizofrenia yaitu faktor genetik, faktor neurotomi dan neurokimia atau struktur dan fungsi otak serta imunovirologi atau respon tubuh terhadap perjalanan suatu virus (Sheila L Videbec

gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan dan minuman yang paling sempurna bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret Lowson, 2003). Sejak awal kelahirannya sampai bayi berusia 6 bulan, ASI merupakan sumber nutrisi utama bayi. Komposisi ASI sempurna sesuai kebutuhan bayi sehingga walaupun hanya mendapatkan ASI dibeberapa bulan kehidupannya, bayi bisa tumbuh optimal. ASI sangat bermanfaat untuk kekebalan tubuh bayi karena didalamnya terdapat zat yang sangat penting yang sudah terbukti melawan berbagai macam infeksi, seperti ISPA, peradangan telinga, infeksi dalam darah dan sebagainya. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan lain yang selain ASI. Makanan ini dapat berupa makan yang disiapkan secara khusus atau makanan keluarga yang dimodifikasi (Lilian Juwono: 2003). Pada umur 0-6 bulan, bayi tidak membutuhkan makanan atau minuman selain ASI. Artinya bayi hanya memperoleh susu ibu tanpa tambahan cairan lain,