Skip to main content

hubungan pemberian ASI eksklusif dengan status gizi bayi usia 0-6 bulan di Desa Menganti

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam membantu proses pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan anak, mengingat manfaat nutrisi dalam tubuh dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak, serta mencegah terjadinya berbagai penyakit akibat kurang nutrisi dalam tubuh. Selain itu kebutuhan nutrisi juga dapat membantu dalam aktifitas sehari- hari karena nutrisi juga sebagai sumber tenaga yamg dibutuhkan berbagai organ dalam tubuh, dan juga sebagai sumber zat pembangun dan pengatur dalam tubuh (A. Aziz Alimul Hidayat, 2005 ; 87).

Pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh, termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam ASI tersebut. ASI tanpa bahan makanan lain dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan usia sekitar enam bulan. Pemberian ASI tanpa pemberian makanan lain selama enam bulan disebut dengan menyusui secara eksklusif (Arifin Siregar, 2005).

Masalah kurang gizi belum cukup mendapat perhatian dari masyarakat pada saat yang dini, tapi disadari setelah menjadi parah. Hal ini dapat disebabkan gizi buruk tidak disertai oleh rasa sakit. Pengalaman menunjukkan bahwa kasus kurang gizi dijumpai pada anak, namun tidak disadari oleh masyarakat sebagai suatu masalah. Bahkan kasus kurang gizi dianggap sebagai hal yang biasa sehingga masyarakat tidak akan berusaha membawa penderita ke puskesmas atau rumah sakit.

Menurut Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) 2002-2003 pada tahun 2003 terdapat sekitar 6,7 juta balita (27,3%) menderita gizi kurang dan 1,5 juta diantaranya gizi buruk. Data WHO juga menyebutkan angka kejadian kurang gizi tahun 2002 pada balita meningkat menjadi 8,3% dan naik lagi tahun 2005 menjadi 8,8%.

Berdasarkan hasil rekapitulasi dari Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten .............. pada bulan Juni tahun 2009 dari Puskesmas dan Posyandu yang melapor terdapat 13.670 bayi, dan didapatkan 320 (2,38 %) bayi yang kurang gizi. Sedang pada bulan Juli tahun 2009 terdapat 13.700 bayi dan didapatkan 326 (2,34 %) bayi yang kurang gizi. Dari data tersebut di dapatkan yang memberikan ASI eksklusif saja pada bulan Juni sebesar 768 bayi (5,62%) dan pada bulan Juli sebesar 780 (5,69%).

Dari hasil survei awal tanggal 19 februari 2010 yang dilakukan di Desa Menganti Kec. Glagah Kab. .............. terhadap 10 bayi dengan usia 0-6 bln, didapatkan 1 bayi (10%) dengan status gizi kurang dan 9 bayi (90%) dengan status gizi baik. Jadi permasalahan dalam penelitian ini adalah adanya bayi dengan status gizi kurang mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya pendidikan, status sosial ekonomi, pemberian nutrisi (ASI eksklusif) dan peran petugas kesehatan.

Pendidikan sebagai faktor pertama, pada umumnya makin tinggi pendidikan akan semakin baik pula tingkat pengetahuannya (Soekidjo. N, 2007). Pendidikan orang tua atau keluarga merupakan salah satu faktor yang penting dalam pemenuhan gizi balita. Tingkat pendidikan rendah akan sulit menerima arahan dalam pemenuhan gizi dan mereka sering tidak mau tahu tidak meyakini pentingnya pemenuhan kebutuhan gizi atau pentingnya pelayanan kesehatan lain yang menunjang dalam membantu pertumbuhan atau perkembangan anak (Yupi Supartini, 2004 ; 51). Tingkat pendidikan yang baik akan lebih mudah dalam menyerap informasi terutama tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi anak sehingga akan menjamin kecukupan gizi anak dan mencegah terjadinya status gizi kurang ataupun gizi buruk.

Status sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi status gizi bayi. Hal ini dapat terlihat anak dengan status sosial ekonomi tinggi, tentunya pemenuhan kebutuhan gizi sangat cukup baik di bandingkan dengan anak dengan sosial ekonomi yang rendah (Alimul A. Hidayat, 2005 ; 19). Pada keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi umumnya merasa gengsi bila harus memberikan ASI eksklusif pada bayi mereka, mereka cenderung memberikan susu formula yang mahal dibanding harus memberikan ASI eksklusif ataupun susu yang murah, padahal bayi yang diberikan susu formula belum tentu status gizinya baik, jika cara pemberiannya tidak benar bisa menyebabkan bayi mengalami diare dan dapat mengganggu status gizi bayi tersebut. Disamping itu mereka juga lebih disibukkan dengan pekerjaan dibanding dengan mengurus bayi.

Pada keluarga dengan status sosial ekonomi rendah umumnya kurang dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi terutama pada bayi. Keterbatasan ekonomi membuat mereka tidak mampu memenuhi semua kebutuhan nutrisinya. Padahal nutrisi bayi sangat tergantung pada gizi ibu. Hal ini disebabkan karena kualitas dan kuantitas ASI tergantung kandungan gizi pada makanan yang dimakan oleh sang ibu. Padahal bayi usia 0-6 bulan mambutuhkan ASI yang memiliki gizi seimbang dan mengandung kolostrum yang baik untuk kekebalan tubuh.

Pada masa sekarang ini jumlah wanita yang terlibat dalam kegiatan ekonomi sebagai tenaga kerja aktif makin meningkat dan tersebar dalam semua sektor pekerjaan. Dampak negatif yang di timbulkan anak menjadi terlantar terutama bayi. Padahal bayi dengan usia 0-6 bulan memerlukan gizi yang cukup terutama ASI.

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Kondisi status gizi baik dapat dicapai bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang akan digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja untuk mencapai tingkat kesehatan optimal (Depkes RI, 2003). Status gizi bayi sangat tergantung pada pemberian nutrisi, nutrisi yang baik untuk bayi adalah ASI Eksklusif karena memiliki nilai gizi yang seimbang dan mengandung kolostrum yang penting untuk kekebalan bayi.

Perawat atau petugas kesehatan sebagai edukator, peran ini dilaksanakan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan (Wahid Iqbal Mubarrok, 2005). Petugas kesehatan berperan sebagai educator bertanggung jawab terhadap perilaku kesehatan oleh masyarakat, maka petugas kesehatan harus memberikan penyuluhan terhadap ibu dan keluarga tentang pentingnya memberikan nutrisi pada bayi terutama ASI eksklusif pada bayi sehingga resiko bayi mengalami gizi kurang dapat diturunkan.

Keadaan gizi yang baik merupakan prasarat terciptanya sumber daya manusia masa depan yang berkualitas. Anak yang mengalami masalah gizi pada usia dini akan memberi dampak gangguan tumbuh kembang dan meningkatkan kesakitan, penurunan produktifitas serta kematian. (Depkes RI , 2008 ; 1).Dampak dari balita yang kurang gizi yakni balita akan mengalami kelambatan dalam pertumbuhan fisik, bukan itu saja tetapi juga pada perkembangan psikososial. Yang termasuk dampak terhadap psikologis diantaranya Psiko dinamik, Psiko sosial, maturasi organik (Yupi Supartini, 2004).

Beberapa penyakit yang timbul akibat kurang gizi antara lain: Diare, disentri, busung lapar, defisiensi kurang kalori protein (KKP), defisiensi vit. A, defisiensi Yodium, Anemia, marasmus, Kwasiokor, dan beberapa penyakit lainnya (Ledy Stephanie, 2006).

Bayi masih sangat rawan terhadap berbagai macam penyakit. Hal ini terjadi karena sistem kekebalan tubuhnya belum benar- benar terbentuk, oleh karena itu bayi harus diberikan asupan gizi yang cukup yaitu dengan ASI eksklusif. Gizi tersebut akan membantu sistem kekebalan tubuh yang kuat sehingga tidak terjadi kekurangan gizi pada anak terutama pada bayi. Selain bayi, gizi ibu juga harus diperhatikan karena kandungan ASI yang diperlukan bayi sangat tergantung dari nutrisi yang terkandung dalam makanan yang dikonsumsi oleh ibu.

Upaya dalam mengurangi angka balita yang kurang gizi, petugas kesehatan berkewajiban memberikan penyuluhan dan pendidikan kesehatan untuk membantu orang tua mendapatkan pemahaman dan ketrampilan yang tepat dalam memberikan ASI eksklusif dan intake nutrisi yang adekuat untuk ibu menyusui.

Karena banyaknya faktor yang mempengaruhi masalah maka area penelitian ini dibatasi pada pemberian ASI eksklusif hubungannya dengan status gizi bayi usia 0-6 bulan.


1.2 Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas dapat di susun rumusan ;

1) Bagaimana pemberian ASI pada bayi 0-6 bulan di Desa Menganti Kecamatan Glagah Kabupaten .............. ?

2) Bagaimana status gizi bayi usia 0-6 bulan di Desa Menganti Kecamatan Glagah Kabupaten .............. ?

3) Adakah hubungan pemberian ASI eksklusif dengan status gizi bayi usia 0-6 bulan di Desa Menganti Kecamatan Glagah Kabupaten .............. ?



I.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan status gizi bayi usia 0-6 bulan di Desa Menganti Kecamatan Glagah Kabupaten ...............

1.3.2 Tujuan khusus

1) Mengidentifikasi gambaran pemberian ASI pada bayi usia 0-6 bulan di Desa Menganti Kecamatan Glagah Kabupaten ...............

2) Mengidentifikasi status gizi bayi usia 0-6 bulan di Desa Menganti Kecamatan Glagah Kabupaten ...............

3) Membandingkan pemberian ASI eksklusif dan tidak ASI eksklusif dengan status gizi bayi 0-6 bulan di Desa Menganti Kecamatan Glagah Kabupaten ...............


1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

1) Bagi profesi keperawatan

Hasil ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi profesi dalam pengembangan dan untuk meningkatkan penyuluhan yang berkaitan status gizi bayi.



2) Bagi peneliti yang akan datang

Dapat dipakai sebagai bahan referensi bagi peneliti lain terutama peneliti tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dengan status gizi bayi usia 0-6 bulan.

3) Bagi institusi pendidikan

Sebagai tolak ukur untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan anak.

1.4.2 Manfaat praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi institusi pelayanan kesehatan sebagai masukan dalam upaya peningkatan status gizi bayi.




Comments

  1. artikel yang bermanfaat terimaksih site :manajemen-asuhan-kebidanan-pada-bayi
    http://cai-sl.blogspot.com/2012/08/manajemen-asuhan-kebidanan-pada-bayi.html

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Hubungan antara peran keluarga dan tingkat kecemasan Ibu hamil untuk melakukan hubungan sexual selama kehamilan trimester III

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada manusia sexualitas dapat dipandang sebagai pencetus dari hubungan antara individu, dimana daya tarik rohaniah dan badaniah atau psikofisik menjadi dasar kehidupan bersama antara 2 insan manusia (Hanifa Wiknjosastro, 1999:589). Menurut A. Maslow dikutip oleh Soekidjo Notoatmodjo (2003:500, mengemukakan bahwa kebutuhan manusia terdiri dari 5 tingkat, yaitu kebutuhan fisik, keamanan, pengalaman dari orang lain, harga diri dan perwujudan diri. Maslow juga mengungkapkan bahwa kebutuhan manusia yang paling dasar harus terpenuhi dahulu sebelum seseorang mampu mencapai kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Salah satu dari kebutuhan fisik atau kebutuhan yang paling dasar tersebut adalah sexual. Kebutuhan sexual juga harus diperhatikan bagaimana cara pemenuhannya seperti halnya dengan kebutuhan fisik lainnya, meskipun seseorang dalam keadaan hamil. 1 Walaupun sebenarnya sexual

gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan dan minuman yang paling sempurna bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret Lowson, 2003). Sejak awal kelahirannya sampai bayi berusia 6 bulan, ASI merupakan sumber nutrisi utama bayi. Komposisi ASI sempurna sesuai kebutuhan bayi sehingga walaupun hanya mendapatkan ASI dibeberapa bulan kehidupannya, bayi bisa tumbuh optimal. ASI sangat bermanfaat untuk kekebalan tubuh bayi karena didalamnya terdapat zat yang sangat penting yang sudah terbukti melawan berbagai macam infeksi, seperti ISPA, peradangan telinga, infeksi dalam darah dan sebagainya. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan lain yang selain ASI. Makanan ini dapat berupa makan yang disiapkan secara khusus atau makanan keluarga yang dimodifikasi (Lilian Juwono: 2003). Pada umur 0-6 bulan, bayi tidak membutuhkan makanan atau minuman selain ASI. Artinya bayi hanya memperoleh susu ibu tanpa tambahan cairan lain,

gambaran pengetahuan keluarga dalam perawatan pasien gangguan jiwa Skizofrenia di URJ Psikiatri

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara maju, modern dan industri keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa, dan kecelakaan. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta identitas secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien (Dadang Hawari, 2001 : ix ). Gangguan jiwa Skizofrenia tidak terjadi dengan sendirinya begitu saja akan tetapi banyak faktor yang menyebabkan terjadinya gejala Skizofrenia . Berbagai penelitian telah banyak dalam teori biologi dan berfokus pada penyebab Skizofrenia yaitu faktor genetik, faktor neurotomi dan neurokimia atau struktur dan fungsi otak serta imunovirologi atau respon tubuh terhadap perjalanan suatu virus (Sheila L Videbec