Skip to main content

pengetahuan ibu nifas tentang senam nifas di Klinik Bidan Siti Aminah Desa Jirkan Dusun Balun Tawun

BAB 1

PENDAHULUAN


    1. Latar Belakang

Masa puerperium atau masa nifas mulai setelah partus selesai , dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu akan tetapi alat genetalia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan ( Prawirohardjo, S, 1999 : 237 ). Masa Nifas (puerperium) didefinisikan sebagai periode selama dan tepat setelah kelahiran ( Gary Cunningham, 2006 : 443 ). Nifas merupakan suatu masa sesudahnya persalinan terhitung dari saat selesai persalinan sampai pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil ( Farrer Helen, 2001 :225 ). Jadi, bukan hanya di tunjukkan dengan adanya darah pasca persalinan yang berasal dari luka bekas melekatnya plasenta ( uri ) dan biasanya dalam 10 – 14 hari sudah berkurang karena lukanya mulai menutup, sesudah itu cairan yang keluar berupa lochea, dalam masa ini pula rahim mengecil kembali.

Pasca persalinan ibu sering mengeluhkan rasa sakit pada perut bagian bawah yang bertambah nyerinya saat menyusui. Rasa sakit bersamaan dengan masa pengecilan rahim dan biasanya hilang sepuluh hari pasca persalinan , meskipun demikian rahim baru pulih kembali sekitar 6 minggu (40-42 hari ). Dalam keadaan normal cairan yang keluarnya umumnya tidak berbau, tetapi apabila terdapat bau yang tidak sedap patut di waspadai terjadinya infeksi ( Abdul Bari. S, dkk : 2002 )

Untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya infeksi perlu di lakukan perawatan kebersihan jalan lahir, makanan yang bergizi dan di anjurkan untuk berolah raga senam nifas, banyak dijumpai ibu nifas enggan melakukan aktifitas pasca persalinan, mempercepat proses involusi. Senam nifas penting sekali di lakukan oleh ibu yang telah melahirkan untuk mengembalikan kebugaran tubuh pasca persalinan. Melalui latihan secara teratur, calon ibu di harapkan dapat lebih tenang serta siap saat persalinan maupun setelah proses persalinan (Abdul Bari. S, dkk : 2002 ).

Hasil survey awal yang dilakukan oleh peneliti di klinik Bidan Siti Aminah, Desa Jirkan, Dusun Balun Tawun, Kecamatan Sukodadi, Kabupaten .............. tanggal 2 maret 2009 terdapat 10 responden 70% di antaranya ibu nifas yang tidak pernah melakukan senam nifas, 10% ibu nifas yang pernah mendapatkan penyuluhan tentang pentingnya senam nifas tapi tidak melakukan dan 20% ibu nifas melakukan senam nifas.

Keengganan ibu melakukan senam nifas kemungkinan besar di sebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi pola aktifitas ibu nifas, di antaranya : pengetahuan, pendidikan, budaya, pekerjaan, peran keluarga, peran petugas kesehatan dan motivasi.

Pengetahuan merupakan penampilan dari hasil tahu dan terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, S, 2003 : 127). Mempelajari pendapat di atas bahwa apabila ibu pernah melihat, mengetahui, mendengar maupun berupaya sesuatu yang belum pernah ia dapat, maka ibu akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga dalam mengembangkan pengetahuannya. Tetapi apabila ibu tidak pernah sama sekali mendengar, mengetahui terlebih lagi mencoba dapat dipastikan para ibu tidak akan memperoleh perubahan kehidupan dari pengalaman yang berharga. Dengan demikian apabila ibu tidak memiliki pengetahuan tentang senam nifas, maka para ibu tidak akan melakukan senam nifas karena tidak memahami manfaat dari senam nifas.

Disisi lain pendidikan juga memiliki pengaruh yang besar terhadap pengembangan pengetahuan seseorang. Pendidikan merupakan segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, individu, keluarga atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku ( Notoadmodjo, S, 2003 :16 ). Mempelajari pendapat di atas bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang khususnya para ibu pasca melahirkan maka akan menimbulkan dorongan dalam diri mereka untuk memperoleh informasi dan berbuat sesuatu sehingga dapat menjaga dirinya menjadi lebih sehat dengan menghindari kebiasaan buruk dan membentuk kebiasaan yang menguntungkan kesehatan dengan berolah raga misalnya senam nifas. Namun sebaliknya para ibu yang berpendidikan rendah tidak menutup kemungkinan mereka enggan untuk mencari, mendapatkan maupun melakukan sesuatu yang baru sehingga akan beranggapan bahwa senam nifas tidak bermanfaat bagi mereka, dengan demikian apabila ibu berpendidikan rendah maka mereka tidak akan menghiraukan tentang pentingnya senam nifas pasca melahirkan.

Pekerjaan merupakan aktifitas yang tidak dapat dianggap remeh, karena pekerjaan merupakan aktifitas yang menghasilkan uang, barang dan kepuasan. Mempelajari pendapat tersebut bahwasannya pada umumnya para ibu bekerja adalah untuk memperoleh tambahan pendapatan disamping tuntunan profesi, hal semata terlebih bagi ibu yang tingkat ekonominya rendah bekerja adalah untuk mencukupi kebutuhan nafkah setiap hari. Bagi ibu yang ekonominya baik bekerja tidak menjadi halangan untuk tidak melakukan senam nifas tetapi bagi ibu yang tingkat ekonominya rendah maka lebih baik bekerja untuk memenuhi kebutuhan pokok dari pada melakukan senam nifas. Dengan demikian, apabila ibu yang mengutamakan pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan tidak menutup kemungkinan mereka enggan untuk melakukan senam nifas sehingga proses involusi akan lambat.

Budaya merupakan segala ciptaan dan tatanan perilaku manusia baik yang ada maupun yang tidak ada ( L. Dyson & T. Santoso , 2001 : 25 ). Mempelajari pendapat tersebut bahwasanya selama ini para ibu beranggapan pasca melahirkan mereka di haruskan untuk bedrest, selain itu mereka juga memakai gurita, stagen atau korset pasca salin yang di tujukan untuk memperkecil perut atau memperindah perut, padahal alat tersebut lebih karena budaya, itulah pengaruh dari ketidaktahuan ibu terhadap perkembangan zaman sehingga budaya tersebut tidak berubah. Beda halnya ibu yang mempunyai banyak pengetahuan, mereka akan mencoba mengurangi lemak yang berlebihan sisa hamil atau perut yang kendur bukan melalui pemakaian gurita tetapi dengan berolah raga yaitu senam nifas secara teratur dan intensif. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa seorang ibu yang pengetahuannya rendah maka tidak menutup kemungkinanbudaya mereka tidak akan berubah.

Keluarga berperan sebagai pengambil keputusan dalam memelihara kesehatan anggotanya, keluarga juga sebagai suatu kelompok yang dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah kesehatan dalam kelompoknya (Effendy, N, 1998 : 39). Mempelajari pendapat di atas bahwasanya dalam mengembangkan pengetahuan ibu agar melakukan senam nifas keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan dalam memelihara kesehatan para anggotanya serta merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk berbagai upaya kesehatan terutama untuk ibu pasca melahirkan, peran keluarga sangatlah penting pada saat masa nifas, karena pada waktu itu ibu memerlukan perhatian dan pengawasan demi pulihnya kesehatan, serta mencegah terjadinya infeksi dan komplikasi, apabila keluarga memahami kebutuhan ibu nifas untuk melakukan senam nifas maka keluarga akan selalu memberikan dukungan pada ibu untuk melakukanya. Sebaliknya apabila keluarga kurang memahami kebutuhan ibu nifas maka keluarga akan cenderung untuk memanjakannya dan ibu akan semakin enggan untuk melakukan senam nifas. Dengan demikian, bila keluarga kurang terlebih lagi tidak memperdulikan kebutuhan ibu pasca melahirkan maka ibu tidak akan melakukan senam nifas sehingga proses involusi terhambat..

Peran petugas kesehatan harus mampu menjalankan perannya dalam memberikan pendidikan kesehatan, bentuk pendidikan kesehatan yang di berikan oleh petugas kesehatan yang berupa penyuluhan kesehatan ( Effendy, N, 1998 ). Mempelajari pendapat tersebut bahwasanya petugas kesehatan sebagai pendidik harus mampu menjalankan perannya dalam meningkatkan pengetahuan para ibu, semakin sering petugas kesehatan memberikan penyuluhan tentang senam nifas kepada para ibu nifas maka kemungkinan besar mereka melakukannya walaupun tanpa di dampingi seorang petugas kesehatan. Berbeda halnya bila petugas kesehatan sebagai pendidik tidak mampu menjalankan perannya maka pengetahuan ibu akan terbatas setelah melahirkan terlebih lagi ibu bahkan tidak di berikan penyuluhan tentang senam nifas. Sehingga bila petugas kesehatan tidak berperan aktif maka akan mempengaruhi kemampuan ibu dalam pengembangan pengetahuan terutama senam nifas.

Motivasi merupakan dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku ( B.Uno, Hamzah, 2007 : 1 ). Mempelajari pendapat tersebut bahwasannya manusia dalam kehidupannya dewasa ini tidak dapat memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan orang lain, baik kebutuhan biologis, kebutuhan ekonomis, maupun kebutuhan penting lainnya seperti halnya para ibu pasca melahirkan yang membutuhkan bantuan orang lain. Tanpa bantuan dan motivasi para ibu tidak berarti sama sekali. Selain dari peran keluarga maupun peran petugas kesehatan para ibu dapat mengembangkan pengetahuannya terutama tentang senam nifas melalui motivasi yang mendasarinya. Dengan motivasi yang tinggi maka ibu akan selalu berusaha untuk melakukan apa yang harus ia lakukan dan ia inginkan sehingga ibu akan semakin aktif dalam melakukan senam nifas. Dan sebaliknya jika ibu nifas tidak bermotivasi tinggi maka ia akan malas melakukan senam nifas. Dengan demikian bila seorang ibu tidak ada motivasi dalam dirinya maka pengembangan pengetahuan tentang senam nifas akan lama dan bahkan dapat membuat ibu untuk malas melakukannya.

Agar proses involusi dapat terjadi dengan cepat dan ibu nifas bersedia melakukan senam nifas maka di harapkan peran aktif petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan tentang pentingnya senam nifas pada ibu nifas selain itu dengan di lengkapi fasilitas dan ruangan yang luas serta instruktur yang berpengalaman sehingga membuat para ibu merasa nyaman selama melakukan senam nifas.

Dari uraian di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu nifas tentang senam nifas.

  1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka dapat di rumuskan permasalahan sebagai berikut :

1.2.1 Bagaimana pengetahuan ibu nifas tentang pengertian dan manfaat senam nifas ?

1.2.2 Bagaimana pengetahuan ibu nifas tentang waktu pelaksanaan dan cara melakukan senam nifas ?

1.2.3 Bagaimana pengetahuan ibu nifas tentang akibat bila tidak melakukan senam nifas ?

  1. Bagaimana pengetahuan ibu nifas tentang senam nifas ?




  1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi pengetahuan ibu nifas tentang senam nifas di Klinik Bidan Siti Aminah Desa Jirkan Dusun Balun Tawun Kecamatan Sukodadi Kabupaten ...............

  1. Tujuan Khusus

  1. Mengidentifikasi pengetahuan ibu nifas tentang pengertian dan manfaat senam nifas.

  1. Mengidentifikasi Pengetahuan ibu nifas tentang waktu pelaksanaan dan cara melakukan senam nifas

  1. Mengidentifikasi pengetahuan ibu nifas tentang akibat bila tidak melakukan senam nifas

  1. Mengidentifikasi pengetahuan ibu nifas tentang senam nifas.

  1. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoritis

  1. Bagi pelayanan kesehatan

Diharapkan hasil penelitian ini memberikan masukan bagi tempat pelayanan kesehatan guna meningkatkan pelayanan khususnya dalam pemberian penyuluhan pada ibu nifas.

  1. Bagi peneliti yang akan datang

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang pemenuhan kebutuhan senam nifas ibu nifas , serta dapat di gunakan sebagai acuan untuk penelitian yang akan datang.

  1. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran pada para tenaga pelayanan kesehatan tentang cara mengajarkan senam nifas untuk ibu nifas.

  1. Relevansi

Senam nifas di anjurkan pada ibu nifas karena mempunyai manfaat yang banyak , tetapi kebanyakan dari para ibu nifas enggan banyak bergerak dan tidak melakukan senam nifas .

Kurang pengetahuan ibu nifas tentang pentingnya senam nifas akan menyebabkan klien enggan untuk melakukan senam nifas.

Pelayanan kesehatan yang salah satunya adalah bidan terutama di daerah mempunyai peranan untuk memberikan penyuluhan tentang senam nifas setiap kali mereka kontrol. Dengan di lengkapi fasilitas dan ruangan yang luas serta instruktur yang berpengalaman, membuat peserta akan merasa nyaman selama menjalani latihan.


Comments

Popular posts from this blog

Hubungan antara peran keluarga dan tingkat kecemasan Ibu hamil untuk melakukan hubungan sexual selama kehamilan trimester III

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada manusia sexualitas dapat dipandang sebagai pencetus dari hubungan antara individu, dimana daya tarik rohaniah dan badaniah atau psikofisik menjadi dasar kehidupan bersama antara 2 insan manusia (Hanifa Wiknjosastro, 1999:589). Menurut A. Maslow dikutip oleh Soekidjo Notoatmodjo (2003:500, mengemukakan bahwa kebutuhan manusia terdiri dari 5 tingkat, yaitu kebutuhan fisik, keamanan, pengalaman dari orang lain, harga diri dan perwujudan diri. Maslow juga mengungkapkan bahwa kebutuhan manusia yang paling dasar harus terpenuhi dahulu sebelum seseorang mampu mencapai kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Salah satu dari kebutuhan fisik atau kebutuhan yang paling dasar tersebut adalah sexual. Kebutuhan sexual juga harus diperhatikan bagaimana cara pemenuhannya seperti halnya dengan kebutuhan fisik lainnya, meskipun seseorang dalam keadaan hamil. 1 Walaupun sebenarnya sexual

gambaran pengetahuan keluarga dalam perawatan pasien gangguan jiwa Skizofrenia di URJ Psikiatri

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara maju, modern dan industri keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa, dan kecelakaan. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta identitas secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien (Dadang Hawari, 2001 : ix ). Gangguan jiwa Skizofrenia tidak terjadi dengan sendirinya begitu saja akan tetapi banyak faktor yang menyebabkan terjadinya gejala Skizofrenia . Berbagai penelitian telah banyak dalam teori biologi dan berfokus pada penyebab Skizofrenia yaitu faktor genetik, faktor neurotomi dan neurokimia atau struktur dan fungsi otak serta imunovirologi atau respon tubuh terhadap perjalanan suatu virus (Sheila L Videbec

gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan dan minuman yang paling sempurna bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret Lowson, 2003). Sejak awal kelahirannya sampai bayi berusia 6 bulan, ASI merupakan sumber nutrisi utama bayi. Komposisi ASI sempurna sesuai kebutuhan bayi sehingga walaupun hanya mendapatkan ASI dibeberapa bulan kehidupannya, bayi bisa tumbuh optimal. ASI sangat bermanfaat untuk kekebalan tubuh bayi karena didalamnya terdapat zat yang sangat penting yang sudah terbukti melawan berbagai macam infeksi, seperti ISPA, peradangan telinga, infeksi dalam darah dan sebagainya. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan lain yang selain ASI. Makanan ini dapat berupa makan yang disiapkan secara khusus atau makanan keluarga yang dimodifikasi (Lilian Juwono: 2003). Pada umur 0-6 bulan, bayi tidak membutuhkan makanan atau minuman selain ASI. Artinya bayi hanya memperoleh susu ibu tanpa tambahan cairan lain,