Skip to main content

ambaran peran keluarga dalam perawatan diri pasien gangguan jiwa dirumah diwilayah kerja Puskesmas

BAB 1

PENDAHULUAN


    1. Latar Belakang

Kesehatan jiwa seseorang dikatakan sakit apabila ia tidak lagi mampu berfungsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari, dirumah, disekolah, dikampus, ditempat kerja dan lingkungan sosialnya. Seseorang yang mengalami gangguan jiwa akan mengalami ketidakmampuan berfungsi secara optimal dalam kehidupannya sehari-hari (Dadang hawari, 2001).

Gangguan jiwa merupakan salah satu dari 4 masalah kesehatan utama dinegara maju, modern dan industri, Keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah yaitu penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa dan kecelakaan. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta identitas secara individu maupun keluarga akan menghambat pertumbuhan karena mereka tidak produktif dan tidak efisien (Dadang hawari, 2001).

Perawatan diri atau kebersihan diri merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan baik fisik maupun psikologis, pemenuhan perawatan diri dipengaruhi oleh budaya, nilai sosial pada individu atau keluarga, pengetahuan (Azis Alimul hidayat, 2007).

Pada dasarnya klien gangguan jiwa kronis tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri misalnya kebersihan diri, penampilan dan sosialisasi. Klien seperti ini tentu akan ditolak oleh keluarga dan masyarakat, oleh karena itu klien mengkuti program latihan “Perawatan Mandiri”, yang disebut rehabilitasi untuk mempelajari dan mengembangkan ketrampilan hidup sendiri (Budi Anna keliat, 1992).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten .............. pada tahun 2009 pasien yang mengalami gangguan jiwa di Kabupaten .............. ditemukan sebanyak 13.709 pasien. Data Puskesmas Kedungpring pada tahun 2009 yang mengalami gangguan jiwa diwilayah kerja Kedungpring ditemukan sebanyak 20 pasien yang mengalami gangguan jiwa. Hasil survey awal dan hasil wawancara pada keluarga pasien gangguan jiwa di Wilayah kecamatan Kedungpring, bulan Pebruari 2010 ternyata dari 10 pasien gangguan jiwa didapatkan 7 orang atau 70% pasien gangguan jiwa tidak dilakukan perawatan diri, dan 3 orang atau 30% dilakukan perawatan diri. Sehingga permasalahan dalam penelitian ini adalah masih banyak pasien gangguan jiwa yang kurang mendapat perawatan diri dirumah.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pasien kurang mendapat perawatan diri dirumah antara lain pengetahuan, pendidikan, informasi, sosial ekonomi, peran keluarga.

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seorang (Soekidjo Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan keluarga yang adekuat maka keluarga dapat mengerti perawatan diri pasien di rumah, sebaliknya dengan pengetahuan keluarga yang kurang maka pasien gangguan jiwa akan kurang mendapat perawatan diri.

Pendidikan secara umum merupakan segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Soekidjo Notoatmodjo, 2003) semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan lebih mudah menerima informasi kesehatan jiwa yang diberikan oleh petugas kesehatan sehingga mempengaruhi pikiran seseorang dalam mengambil suatu keputusan upaya perawatan diri. Sebaliknya semakin rendah pendidikan seseorang akan sulit menerima informasi karena kurangnya pengetahuan terhadap perjalanan gangguan jiwa.

Informasi merupakan kumpulan data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerima (Ely W, 2009) informasi yang akurat tentang gangguan jiwa merupakan sebagian informasi yang sangat diperlukan keluarga, informasi yang ketat akan menghilangkan saling menyalahkan satu sama lain, memberikan pegangan untuk berharap secara realitis dan membantu keluarga mengarahkan sumber daya yang mereka miliki pada usaha-usaha yang produktif, sebaliknya informasi yang kurang akan memberikan pengertian yang salah terhadap gangguan jiwa.

Sosial ekonomi merupakan faktor yang sering dilihat hubungannya dengan fenomena dan peningkatan kejadian dari suatu penyakit, sosial ekonomi ini ditentukan oleh beberapa unsur seperti pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan ditentukan pula pada tempat tinggal (Soekidjo Notoatmodjo, 2003).

Peran keluarga sangat penting terhadap pasien gangguan jiwa karena pasien gangguan jiwa sangat menerima perawatan dari keluarganya (Ely w, 2009). Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi perawatan langsung pada setiap keadaan sehat maupun sakit, umumnya kelurga akan meminta bantuan tenaga kesehatan jika mereka tidak sanggup lagi merawatnya, oleh karena itu betapa pentingnya peran keluarga dalam perawatan gangguan jiwa, karena sangat menguntungkan pada proses pemulihan klien (Iyus Yosep, 2009)

Dampak yang timbul dari pasien yang kurang mendapat perawatan diri di rumah adalah pasien mudah terserang oleh berbagai penyakit, dalam aktivitas hidup sehari-hari pasien yang kurang mendapatkan perawatan diri akan ditolak oleh masyarakat karena personal hygiene yang tidak baik, pasien mempunyai Harga Diri rendah khususnya dalam hal identitas dan perilaku, pasien menganggap dirinya tidak mampu untuk mengatasi kekurangannya. Sehingga peran keluarga sangat penting dalam memberi perawatan langsung pada pasien.

Upaya yang dilakukan oleh keluarga dalam menangani pasien gangguan jiwa dirumah, perawatan pasien dirumah mungkin jauh lebih baik karena kesembuhan pasien gangguan jiwa relatif lama karena merupakan penyakit kronis, sebaiknya keluarga lebih sering berkomunikasi dengan anggota kesehatan dalam perawatan diri di rumah karena pelayanan kesehatan jiwa merupakan fasilitas yang membantu pasien dan keluarga dalam mengembangkan kemampuan mencegah terjadinya masalah oleh karena itu setelah pasien pulang kerumah, sebaiknya pasien melakukan perawatan lanjutan pada Puskesmas di wilayahnya yang mempunyai program Integrasi kesehatan jiwa. Perawat komuniti yang menanggani pasien dapat menganggap rumah pasien sebagai “ruang perawatan” keluarga bekerja sama membantu proses adaptasi pasien didalam keluarga dan masyarakat. Sehingga perawat dapat membuat kontrak dengan keluarga tentang jadwal kunjungan rumah dan aftercare di puskesmas.

Mengingat banyaknya faktor yang menyebabkan pasien gangguan jiwa kurang mendapat perawatan diri di rumah maka peneliti membatasi pada faktor peran keluarga dalam perawatan pasien gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Kedungpring.


1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan masalah yaitu :

Bagaimana gambaran peran keluarga dalam perawatan diri pasien gangguan jiwa dirumah diwilayah kerja Puskesmas Kedungpring “.


    1. Tujuan Penelitian

      1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi peran keluarga dalam perawatan diri pasien gangguan jiwa dirumah diwilayah kerja Puskesmas Kedungpring.



      1. Tujuan Khusus

  1. Mengidentifikasi peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan mandi pasien gangguan jiwa di rumah di wilayah Kecamatan Kedungpring.

  2. Mengidentifikasi peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan makan pasien gangguan jiwa di rumah di wilayah Kecamatan Kedungpring.

  3. Mengidentifikasi peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan pakaian atau dandan pasien gangguan jiwa di rumah di wilayah Kecamatan Kedungpring.

  4. Mengidentifikasi peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan toileting pasien gangguan jiwa di rumah di wilayah Kecamatan Kedungpring.

  5. Mengidentifikasi peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan Instrumental pasien gangguan jiwa di rumah di wilayah Kecamatan Kedungpring.

  6. Mengidentifikasi peran keluarga dalam perawatan diri pasien gangguan jiwa di rumah di wilayah Kecamatan Kedungpring.






    1. Manfaat Penelitian

      1. Manfaat Teoritis

  1. Bagi profesi keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan bagi profesi dalam mengembangkan ilmu keperawatan kesehatan jiwa khususnya dalam hal peran keluarga pasien gangguan jiwa.

  1. Bagi penelitian yang akan datang

Dapat dipakai sebagai referensi dalam penelitian lain terutama penelitian gangguan jiwa.

      1. Manfaat praktis

  1. Bagi responden

Dapat memberi gambaran pada keluarga tentang perawatan pasien gangguan jiwa.

  1. Bagi institusi terkait

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam meningkatkan perawatan pasien gangguan jiwa.


Comments

Popular posts from this blog

Hubungan antara peran keluarga dan tingkat kecemasan Ibu hamil untuk melakukan hubungan sexual selama kehamilan trimester III

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada manusia sexualitas dapat dipandang sebagai pencetus dari hubungan antara individu, dimana daya tarik rohaniah dan badaniah atau psikofisik menjadi dasar kehidupan bersama antara 2 insan manusia (Hanifa Wiknjosastro, 1999:589). Menurut A. Maslow dikutip oleh Soekidjo Notoatmodjo (2003:500, mengemukakan bahwa kebutuhan manusia terdiri dari 5 tingkat, yaitu kebutuhan fisik, keamanan, pengalaman dari orang lain, harga diri dan perwujudan diri. Maslow juga mengungkapkan bahwa kebutuhan manusia yang paling dasar harus terpenuhi dahulu sebelum seseorang mampu mencapai kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Salah satu dari kebutuhan fisik atau kebutuhan yang paling dasar tersebut adalah sexual. Kebutuhan sexual juga harus diperhatikan bagaimana cara pemenuhannya seperti halnya dengan kebutuhan fisik lainnya, meskipun seseorang dalam keadaan hamil. 1 Walaupun sebenarnya sexual

gambaran pengetahuan keluarga dalam perawatan pasien gangguan jiwa Skizofrenia di URJ Psikiatri

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara maju, modern dan industri keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa, dan kecelakaan. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta identitas secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien (Dadang Hawari, 2001 : ix ). Gangguan jiwa Skizofrenia tidak terjadi dengan sendirinya begitu saja akan tetapi banyak faktor yang menyebabkan terjadinya gejala Skizofrenia . Berbagai penelitian telah banyak dalam teori biologi dan berfokus pada penyebab Skizofrenia yaitu faktor genetik, faktor neurotomi dan neurokimia atau struktur dan fungsi otak serta imunovirologi atau respon tubuh terhadap perjalanan suatu virus (Sheila L Videbec

gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan dan minuman yang paling sempurna bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret Lowson, 2003). Sejak awal kelahirannya sampai bayi berusia 6 bulan, ASI merupakan sumber nutrisi utama bayi. Komposisi ASI sempurna sesuai kebutuhan bayi sehingga walaupun hanya mendapatkan ASI dibeberapa bulan kehidupannya, bayi bisa tumbuh optimal. ASI sangat bermanfaat untuk kekebalan tubuh bayi karena didalamnya terdapat zat yang sangat penting yang sudah terbukti melawan berbagai macam infeksi, seperti ISPA, peradangan telinga, infeksi dalam darah dan sebagainya. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan lain yang selain ASI. Makanan ini dapat berupa makan yang disiapkan secara khusus atau makanan keluarga yang dimodifikasi (Lilian Juwono: 2003). Pada umur 0-6 bulan, bayi tidak membutuhkan makanan atau minuman selain ASI. Artinya bayi hanya memperoleh susu ibu tanpa tambahan cairan lain,