Skip to main content

hubungan antara jumlah anak dalam keluarga dengan status gizi balita

BAB I

PENDAHULUAN


    1. LATAR BELAKANG

Gizi yang baik dikombinasikan dengan kebiasaan makan yang sehat selama masa balita akan menjadi dasar bagi kesehatan yang bagus di masa yang akan datang. Pengaturan makanan yang seimbang menjamin terpenuhinya kebutuhan gizi untuk energi, pertumbuhan anak, melindungi anak dari penyakit dan infeksi serta membantu perkembangan mental dan kemampuan belajarnya (June Thompson, 2003).

Pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak haruslah seimbang diantara komponen zat gizinya, mengingat banyak sekali yang kita temukan berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi yang tidak seimbang seperti tidak suka makan, tidak mau atau tidak mampu untuk makan, padahal makanan yang tidak disukai itu mengandung zat gizi yang seimbang sehingga harapan dalam pemenuhan gizi yang selaras, serasi dan seimbang tidak terlaksana. Nafsu makan balita kadang hanya sedikit dan sering kali menyukai sesuatu jenis makanan hanya pada masa tertentu, Ia menolak makanan yang satu dan terus menerus memilih makanan yang lain (Azis Alimul H, 2005).

Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Indonesia, pada tahun 2004 kasus gizi kurang dan gizi buruk sebanyak 5,1 juta, kemudian pada tahun 2005 turun menjadi 4,42 jiwa. Tahun 2006 turun menjadi 4,2 juta (944.246 di antaranya kasus gizi buruk)dan tahun 2007 turun lagi menjadi 4,1 juta (755.397 di antaranya kasus gizi buruk)

Menurut Rachmat yang mewakili komisi perlindungan anak Indonesia angka kematian bayi di Indonesia memang turun. Namun untuk status gizi buruk Indonesia hanya sedikit lebih baik dari India. Data UNICEF tahun 2007 menyatakan ada 8,3% balita di Indonesia yang berstatus gizi buruk akibat asupan gizi yang kurang dan perubahan pola asuh keluarga yang tidak terpantau dengan baik (Daniel, 2008: 64).

Berdasarkan data dinas kesehatan (DINKES) Propinsi jawa timur balita dengan gizi buruk pada tahun 2008 mencapai 2.068 atau sekitar 1,81% dari jumlah seluruh balita sebanyak 114.108. Balita dengan kasus kurang gizi mencapai 2,08 % dari jumlah seluruh balita. Tahun 2007 mencapai 1,96%,ini terjadi karena pola asuh yang keliru, kurang asupan makanan bergizi, hingga masalah kemiskinan (Muhammad Roqip, 2008).

Berdasarkan hasil rekapitulasi dari Dinas Kesehatan .............. pada tahun 2005 sekitar 100.000 balita di .............. sebanyak 1 % sekitar 1000 anak dalam kondisi gizinya di bawah garis merah (BGM) (Anonimous, 2005). Menurut hasil rekapitulasi Dinas Kesehatan pada tahun 2006 terdapat 96.323 balita, dan didapatkan 25,4% balita yang kurang gizi. Sedang pada tahun 2007 dari 90.932 balita didapatkan 224 atau 24% bayi yang kurang gizi. Pada tahun 2008 dari 90.322 balita di .............. terdapat 69.045 balita yang ditimbang 16.592 balita yang berada di bawah garis merah (BGM) atau 24,03%, 16.472 balita gizi buruk atau 23,86%.

Menurut hasil rekapitulasi dari Pelayanan Gizi tingkat kecamatan PUCUK pada bulan Nopember tahun 2008 yang terdiri dari 17 desa dan 47 posyandu terdapat 1.373 balita. Jumlah balita yang ditimbang 878 balita itu pun ada yang tidak disiplin datang ke Posyandu untuk menimbangkan anaknya. Dilaporkan ada 668 balita yang berat badannya naik, 21 balita BB-nya berada di bawah garis merah (BGM) atau 3,14%.109 balita yang BB-nya tidak naik atau 16,31%, 50 balita yang berat badannya di daerah dua pita kuning di atas garis merah 7,48%. Menurut survey awal di Desa Paji terdapat dua Posyandu yang terdiri dari 80 balita terdapat 3 balita yang berat badannya berada di bawah garis merah (BGM) atau 2,56%,16 balita yang berat badannya berada di bawah garis titik (BGT) atau 13,67%.

Beberapa faktor yang menyebabkan masalah mengenai kurang gizi pada balita adalah faktor ekonomi, peran orang tua, pengetahuan orang tua, lingkungan, jumlah saudara, kesehatan anak.

Status sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi status gizi anak. Hal ini dapat terlihat anak yang dibesarkan dalam keluarga dengan sosial ekonomi tinggi, tentunya pemenuhan gizi sangat cukup baik dibandingkan anak dengan status sosial ekonominya rendah. Karena Anak yang berada dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sosial ekonominya rendah, bahkan punya banyak keterbatasan untuk memberi makanan bergizi, membayar biaya pendidikan, dan memenuhi kebutuhan primer lainnya. Tentunya keluarganya akan mendapat kesulitan untuk membantu anak mencapai status gizi yang baik (Yupi Supartini, 2004).

Pengetahuan merupakan segala informasi yang di peroleh dengan proses belajar, sehingga timbul pengertian atau pemahaman dan perasaan informasi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang di hadapi. Satu cara untuk memperoleh pengetahuan adalah melalui pendidikan formal. Keluarga yang pendidikannya rendah akan sulit untuk menerima arahan dalam pemenuhan gizi dan mereka sering tidak mau atau tidak meyakini pentingnya pemenuhan kebutuhan gizi atau pentingnya pelayanan kesehatan lain yang menunjang dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan anak. Keluarga dengan latar belakang pendidikan rendah juga sering kali tidak dapat, tidak mau, atau tidak meyakini pentingnya penggunaan fasilitas kesehatan yang dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan anaknya (Yupi Supartini, 2004).

Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang keadaan ekonominya cukup akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua yang di terima anaknya, terutama kalau jarak anak yang terlalu dekat. Pada keluarga dengan jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan selain kurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak juga kebutuhan primer seperti makan sandang dan perumahan yang terpenuhi (Soetjiningsih, 1998).

Selain itu posisi anak dalam keluarga juga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak hal ini dapat dilihat pada anak pertama atau tunggal kemampuan intelektual lebih menonjol dan cepat berkembang di bandingkan anak kedua karena pada anak pertama orang tua memberikan perhatian sepenuhnya dalam segala hal yang baik pendidikan, gizi, atau yang lain. Maka dari itu peran orang tua sangat penting dalam pemenuhan gizi anak (Azis Alimul H, 2005).

Lingkungan memegang peranan penting dalam menentukan gizi anak yaitu terdiri dari lingkungan prenatal dan lingkungan postnatal meliputi gizi pada waktu ibu hamil, zat kimia atau toksin seperti obat-obatan dapat menyebabkan infeksi dalam kandungan dan bayi berat badan lahir rendah, sedangkan lingkungan postnatal meliputi budaya lingkungan yang pada masa tertentu anak dilarang makan makanan bergizi, sehingga menyebabkan anak kurang gizi (Azis Alimul H, 2005).

Anak sehat umumnya akan tumbuh dengan baik berbeda dengan anak yang sering sakit. Anak yang menderita penyakit menahun seperti asma, sakit jantung, sakit ginjal pertumbuhannya akan terganggu karena kurangnya asupan gizi maka diupayakan pengobatan yang murah sehingga dijamin kontinuitas pengobatan dan makanan ekstra.

Pemenuhan nutrisi bila tidak di penuhi dengan sempurna akan berdampak pada pertumbuhan fisik dan perkembangan psikologis, diantaranya psikodinamik, psikososial dan maturasi organik yang tidak optimal dan sebaliknya apabila pemenuhan nutrisi terpenuhi dengan sempurna maka anak akan tumbuh dan bertambah berat serta bertambah tinggi secara proporsional (Yupi Supartini, 2004).

Pemerintah telah melaksanakan berbagai upaya untuk mengurangi angka balita yang kurang gizi, melalui Departemen Kesehatan (Dep Kes) merencanakan dan menyediakan anggaran bagi keluarga miskin melalui jaminan kesehatan. Dep Kes pada tahun 2005 telah mencanangkan Rencana Aksi Nasional (RAN) pencegahan dan penanggulangan gizi buruk 2005-2009 antara lain meningkatkan cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan bulanan balita di Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU), meningkatkan cakupan dan kualitas tata laksana kasus gizi buruk di Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) atau rumah sakit dan rumah tangga, menyediakan pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) kepada balita kurang gizi dari keluarga miskin, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu dalam memberi asuhan gizi kepada anak (ASI/MP-ASI) serta memberi suplementasi gizi (kapsul vitamin A) kepada semua balita.

Tugas perawat disini adalah memberikan penyuluhan kepada ibu balita, memberikan suplemen gizi (kapsul vitamin A) kepada balita, dan memberikan asupan gizi berupa makanan pendamping ASI (MP-ASI)

Dari uraian latar belakang di atas dapat dilihat bahwa masalah penelitian ini adalah masih tingginya status gizi kurang atau buruk di Desa Paji Kecamatan Pucuk Kabupaten ............... Karena banyaknya faktor yang mempengaruhi status gizi balita, pada penelitian ini di batasi pada faktor jumlah anak dalam keluarga dengan status gizi balita.






    1. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan pertanyaan masalah sebagai berikut:

    1. Bagaimana jumlah anak dalam keluarga balita di Desa Paji Kecamatan Pucuk Kabupaten ..............?

      1. Bagaimana status gizi balita di Desa Paji Kecamatan Pucuk Kabupaten ..............?

      2. Bagaimana hubungan antara jumlah anak dalam keluarga dengan status gizi balita di Desa Paji Kecamatan Pucuk Kabupaten ..............?


    1. TUJUAN PENELITIAN

      1. Tujuan Umum

Menganalisis hubungan antara jumlah anak dalam keluarga dengan status gizi balita di Desa Paji Kecamatan Pucuk Kabupaten ...............

      1. Tujuan Khusus

        1. Mengidentifikasi jumlah anak dalam keluarga balita di Desa Paji Kecamatan Pucuk Kabupaten ...............

        2. Mengidentifikasi status gizi balita di Desa Paji Kecamatan Pucuk Kabupaten ...............

        3. Menganalisis hubungan antara jumlah anak dalam keluarga dengan status gizi balita



    1. MANFAAT PENELITIAN

      1. Manfaat Teoritis

  1. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan sekaligus sebagai ilmu pengetahuan bagi perkembangan ilmu keperawatan yang dapat disosialisasikan di kalangan institusi keperawatan dan dapat diaplikasikan di kalangan institusi.

  1. Bagi profesi keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi profesi dalam mengembangkan perencanaan keperawatan pada balita dalam pemenuhan gizi.

3) Bagi peneliti yang akan datang

Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan referensi bagi penelitian lain, dan juga menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan khususnya ilmu keperawatan gizi balita.

      1. Manfaat Praktis

  1. Bagi Responden

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan atau saran bagi orang tua balita dalam pemenuhan gizi.

  1. Bagi institusi (Puskesmas)

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam upaya penyuluhan di bidang kesehatan khususnya tentang gizi.

Comments

Popular posts from this blog

Hubungan antara peran keluarga dan tingkat kecemasan Ibu hamil untuk melakukan hubungan sexual selama kehamilan trimester III

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada manusia sexualitas dapat dipandang sebagai pencetus dari hubungan antara individu, dimana daya tarik rohaniah dan badaniah atau psikofisik menjadi dasar kehidupan bersama antara 2 insan manusia (Hanifa Wiknjosastro, 1999:589). Menurut A. Maslow dikutip oleh Soekidjo Notoatmodjo (2003:500, mengemukakan bahwa kebutuhan manusia terdiri dari 5 tingkat, yaitu kebutuhan fisik, keamanan, pengalaman dari orang lain, harga diri dan perwujudan diri. Maslow juga mengungkapkan bahwa kebutuhan manusia yang paling dasar harus terpenuhi dahulu sebelum seseorang mampu mencapai kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Salah satu dari kebutuhan fisik atau kebutuhan yang paling dasar tersebut adalah sexual. Kebutuhan sexual juga harus diperhatikan bagaimana cara pemenuhannya seperti halnya dengan kebutuhan fisik lainnya, meskipun seseorang dalam keadaan hamil. 1 Walaupun sebenarnya sexual

gambaran pengetahuan keluarga dalam perawatan pasien gangguan jiwa Skizofrenia di URJ Psikiatri

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara maju, modern dan industri keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa, dan kecelakaan. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta identitas secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien (Dadang Hawari, 2001 : ix ). Gangguan jiwa Skizofrenia tidak terjadi dengan sendirinya begitu saja akan tetapi banyak faktor yang menyebabkan terjadinya gejala Skizofrenia . Berbagai penelitian telah banyak dalam teori biologi dan berfokus pada penyebab Skizofrenia yaitu faktor genetik, faktor neurotomi dan neurokimia atau struktur dan fungsi otak serta imunovirologi atau respon tubuh terhadap perjalanan suatu virus (Sheila L Videbec

gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan dan minuman yang paling sempurna bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret Lowson, 2003). Sejak awal kelahirannya sampai bayi berusia 6 bulan, ASI merupakan sumber nutrisi utama bayi. Komposisi ASI sempurna sesuai kebutuhan bayi sehingga walaupun hanya mendapatkan ASI dibeberapa bulan kehidupannya, bayi bisa tumbuh optimal. ASI sangat bermanfaat untuk kekebalan tubuh bayi karena didalamnya terdapat zat yang sangat penting yang sudah terbukti melawan berbagai macam infeksi, seperti ISPA, peradangan telinga, infeksi dalam darah dan sebagainya. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan lain yang selain ASI. Makanan ini dapat berupa makan yang disiapkan secara khusus atau makanan keluarga yang dimodifikasi (Lilian Juwono: 2003). Pada umur 0-6 bulan, bayi tidak membutuhkan makanan atau minuman selain ASI. Artinya bayi hanya memperoleh susu ibu tanpa tambahan cairan lain,