Skip to main content

Pengetahuan Keluarga Tentang Imunisasi HB-1di Desa Mayong

BAB 1

PENDAHULUAN


1.1Latar Belakang

Indonesia sehat 2010 adalah visi pembangunan kesehatan nasional yang menggambarkan masyarakat dimasa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan sehat. Dengan mengemban visi ini, maka masyarakat diharapkan mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perilaku sehat adalah perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.

Salah satu perilaku sehat yang harus diciptakan untuk menuju Indonesia sehat 2010 adalah perilaku pencegahan dan penanggulangan penyakit dengan kegiatan imunisasi yaitu disentri, tetanus, Pertusis (batuk rejam), meningitis, tipus abdominalis, kolera, pneumonia pneumokokus, penykit campak, polio, tuberculosis, hepatitis B, rubella, varicella, parotitis. Dan kenapa anakboleh dimunisasi hepatitis B yaitu agar anak yang diberi imunisasi tidak mudah terserang penyakit, dan kebal terhadap penyakit.Imunisasi juga diperlukan oleh anak agar anak tetap sehat sepanjang masa, demi masa depan mereka.

Sejak dimulainya program imunisasi di Indonesia pada tahun 1956 saat ini telah dikembangkan 7 (tujuh) jenis vaksinasi yaitu BCG, Campak, Polio, DPT, TT, Hepatitis B. Sedangkan vaksin DPT-HB baru di kembangkan di 4 (empat) propinsi yaitu NTB, Jawa Timur, DI Yogyakarta dan Bangka Belitung (DepKes, 2008:4) Program imunisasi hepatitis B diwajibkan lebih dari 100 negara dalam memasukkan vaksin dalam program nasionalnya, namun kenyataannya cakupan imunisasi pada bayi masih kurang.

Berdasarkan data di Puskesmas Karangbinangun pada bulan Desember tahun 2009, diperoleh hasil cakupan imunisasi bayi dari 55 bayi secara kumulatif pada bulan desember 2009, imunisasi BCG :72,7% Polio1:80,% Polio 2:100,0% Polio 3 : 107,3% Polio 4 : 10,9% Campak:123,6% HB-1(<7hari)32,7% DPT-HB-1;96,4% DPT-HB-2:107,3% DPT-HB-3 : 114,5%. Angka cakupan ini menunjukkan bahwa bayi yang diimunisasi HB-1 merupakan pencapaian terendah yang sekaligus merupakan masalah penelitian. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa factor diantaranya pengetahuan keluarga, pendidkan, petugas kesehatan, kesehatan bayi, dan tempat pelayanan.

Pengetahuan keluarga tentang imunisasi akan membentuk sikap positif terhadap kegiatan imunisasi. Hal ini juga merupakan faktor dominan dalam keberhasilan imunisasi, dengan pengetahuan yang baik yang ibu miliki maka kesadaran untuk memberikan imunisasi bayi akan meningkat. Pengetahuan yang dimiliki keluarga tersebut akan menimbulkan kepercayaan ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi. Namun sebaliknya, kendala utama untuk keberhasilan imunisasi bayi dan anak dalam sistem perawatan kesehatan yaitu rendahnya kesadaran yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan, banyak anggapan salah tentang imunisasi yang berkembang dalam masyarakat. Banyak pula orang tua yang khawatir terhadap resiko dari beberapa vaksin. Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu merupakan hal yang penting, karena penggunaan sarana kesehatan oleh bayi berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi termasuk imunisasi hepatitis B. (Muhammad Ali, 2005).

Pendidikan merupakan segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, keluarga atau masyarakat. Sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh keluarga (Notoatmodjo, 2005 :16). Pendidikan sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan dan pemahaman, pendidikan sangat diperlukan manusia untuk mendapatkan informasi : makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah pula mereka menerima informasi dan pengetahuan yang mereka miliki, dalam hal ini mengenai imunisasi Hepatitis B pada keluarga yang berpendidikan lebih tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih tinggi dari seseorang yang berpendidikan lebih rendah (Notoatmodjo, 2005). Jadi dengan pendidikan yang rendah maka kurang dapat menyerap informasi yang diberikan petugas, dan tindakan yang mereka lakukan tidak sesuai dengan informasi petugas yaitu tidak diimunisasikan bayinya. Seharusnya keluarga dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadarannya.

Petugas kesehatan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan imunisasi rutin di Puskesmas. Dengan adanya kompetensi yang tinggi dari petugas kesehatan diharapkan kinerja dan cakupan imunisasi akan meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif, dan juga diharapkan tetap dapat dilestarikan (sustainable) pada masa mendatang (Notoatmodjo, 2007:16). Selain bertanggung jawab terhadap pelaksanaan imunisasi, petugas kesehatan juga berperan dalam pemberian pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan merupakan segala upaya yang direncanakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif. Pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari dan mengetahui cara memelihara kesehatan baik individu maupun kelompok. Namun kesehatan bukan hanya diketahui, disadari dan disikapi, melainkan harus dikerjakan dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, bahwa tujuan akhir dari pendidkan kesehatan adalah agar masyarakat dapat berprilaku hidup yang sehat termasuk mau melakukan imunisasi (Sukidjo Notoatmodjo, 2007:16).

Kesehatan bayi atau kondisi bayi yang mempengaruhi pemberian imunisasi, bila bayi sehat imunisasi dapat diberikan, namun jika bayi sakit tidak selalu bayi boleh di imunisasi. Adapun bayi yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan imunisasi, yang boleh yaitu pada sakit ringan seperti, diare dengan suhu dibawah 38,5 C. Sedangkan yang tidak boleh yaitu bayi yang mengalami sakit berat seperti bayi panas tinggi, dan bayi yang mempunyai riwayat alergi terhadap pemberian vaksin sebelumnya.(Dep. Kes,2008:54).

Faktor lain yaitu tempat pelayanan, tempat pelayanan kesehatan pada pemberian imunisasi biasa diadakan disuatu tempat di Rumah Sakit bagian anak, Posyandu, Poskesdes yang diselenggarakan oleh kelompok ibu-ibu rumah tangga di Puskesmas terdekat, bila tempat tersebut mudah dijangkau maka cakupan imunisasi bisa adekuat namun jika tempat sulit dijangkau, termasuk jalan masuk ke pelayanan imunisasi tidak adekuat, maka cakupan imunisasi akan rendah, termasuk imunisasi HB-1 juga tergantung dimana bayi dilahirkan. Jika lahir di yankes maka pemberian imunisasi sebagian sudah diberikan oleh petugas kesehatan masa setelah persalinan,.(Yusi , 2005).

Namun kenyataannya cakupan imunisasi HB-1 pada bayi masih kurang, hal ini menyebabkan anak rentan terhadap penyakit Hepatitis B yaitu, penyakit yang disebabkan virus ini sulit disembuhkan, bila sejak lahir telah terinfeksi virus hepatitis B(VHB) dapat menyebabkan kelainan yang dibawanya terus hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi sirosis atau pengerutan hati (posted, 2008).

Untuk dapat meningkatkan pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi, bagi petugas kesehatan dapat memberikan penyuluhan kepada ibu bayi dan keluarga tentang imunisasi Hepatitis B, dan juga aktif melaksanakan monitoring dengan cara kunjungan rumah.

Berdasarkan fenomena dan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk mengidentifikasi “Gambaran Pengetahuan Keluarga Tentang Imunisasi HB-1 pada bayi di Desa Mayong Kecamatan Karangbinangun.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang permasalahan diatas,maka perumusan masalah sebagai berikut; “Bagaimana Pengetahuan Keluarga Tentang Imunisasi HB-1di Desa Mayong Kecamatan Karangbinangun.”

1.3Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan keluarga tentang imunisasi HB-1 di Desa Mayong kecamatan Karangbinangun.



1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi puskesmas.

Untuk meningkatkan pelayanan atau kegiatan Imunisasi di Puskesmas dan dapat digunakan sebagai dasar antisipasi terjadinya Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).

1.4.2 Bagi peneliti selanjutnya.

Untuk menambah wawasan / pengetahuan tentang masalah yang berhubungan dengan pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi.


Comments

Popular posts from this blog

Hubungan antara peran keluarga dan tingkat kecemasan Ibu hamil untuk melakukan hubungan sexual selama kehamilan trimester III

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada manusia sexualitas dapat dipandang sebagai pencetus dari hubungan antara individu, dimana daya tarik rohaniah dan badaniah atau psikofisik menjadi dasar kehidupan bersama antara 2 insan manusia (Hanifa Wiknjosastro, 1999:589). Menurut A. Maslow dikutip oleh Soekidjo Notoatmodjo (2003:500, mengemukakan bahwa kebutuhan manusia terdiri dari 5 tingkat, yaitu kebutuhan fisik, keamanan, pengalaman dari orang lain, harga diri dan perwujudan diri. Maslow juga mengungkapkan bahwa kebutuhan manusia yang paling dasar harus terpenuhi dahulu sebelum seseorang mampu mencapai kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Salah satu dari kebutuhan fisik atau kebutuhan yang paling dasar tersebut adalah sexual. Kebutuhan sexual juga harus diperhatikan bagaimana cara pemenuhannya seperti halnya dengan kebutuhan fisik lainnya, meskipun seseorang dalam keadaan hamil. 1 Walaupun sebenarnya sexual

gambaran pengetahuan keluarga dalam perawatan pasien gangguan jiwa Skizofrenia di URJ Psikiatri

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara maju, modern dan industri keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa, dan kecelakaan. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta identitas secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien (Dadang Hawari, 2001 : ix ). Gangguan jiwa Skizofrenia tidak terjadi dengan sendirinya begitu saja akan tetapi banyak faktor yang menyebabkan terjadinya gejala Skizofrenia . Berbagai penelitian telah banyak dalam teori biologi dan berfokus pada penyebab Skizofrenia yaitu faktor genetik, faktor neurotomi dan neurokimia atau struktur dan fungsi otak serta imunovirologi atau respon tubuh terhadap perjalanan suatu virus (Sheila L Videbec

gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan dan minuman yang paling sempurna bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret Lowson, 2003). Sejak awal kelahirannya sampai bayi berusia 6 bulan, ASI merupakan sumber nutrisi utama bayi. Komposisi ASI sempurna sesuai kebutuhan bayi sehingga walaupun hanya mendapatkan ASI dibeberapa bulan kehidupannya, bayi bisa tumbuh optimal. ASI sangat bermanfaat untuk kekebalan tubuh bayi karena didalamnya terdapat zat yang sangat penting yang sudah terbukti melawan berbagai macam infeksi, seperti ISPA, peradangan telinga, infeksi dalam darah dan sebagainya. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan lain yang selain ASI. Makanan ini dapat berupa makan yang disiapkan secara khusus atau makanan keluarga yang dimodifikasi (Lilian Juwono: 2003). Pada umur 0-6 bulan, bayi tidak membutuhkan makanan atau minuman selain ASI. Artinya bayi hanya memperoleh susu ibu tanpa tambahan cairan lain,