Skip to main content

gambaran pengetahuan ibu nifas tentang vulva hygiene di wilayah Puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Persalinan sering kali menyebabkan robekan jalan lahir, perlukaan jalan lahir dapat terjadi oleh karena kesalahan waktu memimpin persalinan. Pada waktu persalinan operatif melalui vagina seperti ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, embriotomi atau trauma akibat alat-alat yang dipakai. Selain itu perlukaan jalan lahir dapat pula terjadi oleh karena memang disengaja seperti pada tindakan episiotomi. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya robekan perineum yang meluas dan dalam, disertai pinggir yang tidak rata dimana penyembuhan luka akan lambat atau terganggu (Wiknjosastro, 1999).
Meskipun tindakan episiotomi ini dianggap sebagai tindakan operatif yang paling banyak dilakukan, namun tindakan episiotomi tidak menjadi penyebab langsung dari munculnya infeksi nifas, karena tindakan episiotomi hanya menjadi faktor predisposisi, karena luka perineum yang bengkak, merah dan mengeluarkan pus dapat disebabkan karena faktor ketidaktahuan dalam perawatan perineum dan kecerobohan tindakan episiotomi dapat mengakibatkan infeksi dan berakibat besar meningkatkan angka kematian ibu (SaifuddinAB, 2002).
Kebutuhan ibu pada masa nifas adalah ambulasi dini, istirahat, nutrisi, cairan, latihan, eliminasi, perawatan payudara dan perawatan vulva, sehingga pada masa nifas asuhan kebidanan lebih ditujukan kepada upaya pencegahan terhadap infeksi, karena pada akhir hari kedua nifas kuman-kuman di vagina dapat mengadakan kontaminasi, tetapi tidak semua wanita mengalami infeksi oleh karena adanya lapisan pertahanan leukosit dan kuman-kuman relatif tidak virulen serta penderita mempunyai kekebalan terhadap infeksi (Sarwono, 1999).
Kebersihan vulva pada masa nifas harus dilakukan, karena pada masa nifas banyak darah dan kotoran yang keluar dari vagina. Vagina merupakan daerah yang dekat dengan tempat buang air kecil dan buang air besar, dan merupakan organ terbuka sehingga memudahkan kuman yang berada di daerah tersebut menjalar ke rahim. Infeksi dapat terjadi karena ibu nifas kurang melakukan perawatan pasca persalinan. Ibu biasanya takut menyentuh luka yang ada di perineum sehingga memilih tidak membersihkannya, padahal dalam keadaan luka perineum rentan terhadap kuman dan bakteri sehingga mudah terjadi infeksi (Ali Sungkar, 2007).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Brondong pada Juni sampai Agustus 2007 didapatkan data 112 persalinan, dimana terdapat 47 atau 41,96% persalinan dengan luka jahitan perineum. Diantara 47 persalinan dengan jahitan luka perineum terdapat 14 atau 29,78% mengalami penyembuhan luka lebih dari 7 hari yang disebabkan kurang dalam melakukan vulva hygiene. Berkaitan dengan masalah diatas, peneliti melakukan survei awal pada bulan September 2007 terhadap 10 orang ibu nifas, didapatkan data 6 orang atau 60% melakukan vulva hygiene dengan benar dan 4 orang atau 40% melakukan vulva hygiene kurang benar. Data diatas menunjukkan bahwa masih ada ibu nifas yang belum bisa melakukan vulva hygiene dengan benar.
Oleh karena itu kebersihan daerah vulva dan perineum pada masa nifas sangat penting untuk menghindari terjadinya infeksi. Disamping itu kebersihan vulva dan perineum akan memberikan perasaan nyaman pada ibu nifas dan akan mencegah timbulnya iritasi. Vulva hyigiene merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka perineum, dengan cara membersihkan daerah sekitar anus baru kemudian membersihkan diri, serta setiap kali buang air besar dan buang air kecil mengganti pembalut setidaknya 4 kali dalam sehari dan mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih sebelum dan sesudah membersihkan daerah kemaluan, kemungkinan ibu akan terhindar dari infeksi. Adapun faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi ibu nifas dalam melakukan vulva hygiene adalah : pengetahuan, pengalaman, pendidikan, sikap, sosial budaya dan peran keluarga.
Pengetahuan merupakan penampilan dari hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu (Soekidjo Notoatmodjo, 2003). Jika seorang ibu belum pernah mendapat contoh baik tentang vulva hygiene, maka kemungkinan ibu tersebut tidak akan tahu cara vulva hygiene yang benar.
Pengalaman merupakan salah satu cara mendapatkan pengetahuan yaitu dengan cara melalui pengamatan dan pengajaran yang diperlukan untuk memperoleh ketrampilan dalam hidup bermasyarakat (Soekidjo Notoatmodjo, 2003). Jika seorang wanita pernah melihat atau belajar tentang vulva hygiene yang salah, maka kemungkinan akan meniru sehingga perilaku yang ditiru tersebut juga akan salah.
Dengan pendidikan yang tinggi, kemungkinan ibu nifas makin mudah menerima informasi yang diberikan oleh petugas tentang vulva hygiene, karena pendidikan merupakan suatu proses penyampaian bahan atau materi kepada sasaran guna mencapai perubahan tingkah laku atau tujuan (Soekidjo Notoatmodjo, 2003).
Sikap adalah keadaan mental yang diatur melalui pangalaman yang memberikan pengaruh terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya (Tri Rusmi, 1999). Sikap sangat dipengaruhi oleh lingkungan, jika lingkungan mendukung, ibu akan bersikap positif, dengan melakukan vulva hygiene secara benar dan sebaliknya jika lingkungan kurang mendukung kemungkinan ibu akan bersikap negatif.
Budaya dan sosial kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tingkah laku dan hasil karya manusia yang terhimpun sejak awal manusia itu berevolusi dijadikan milik dirinya melalui proses belajar (Hadi Santoso, 1996). Pengaruh sosial budaya yang negatif, kemungkinan akan menghambat kemampuan ibu dalam melakukan vulva hygiene secara benar, misalnya kebiasaan memakai air asam hangat untuk cebok dan menggunakan abu dapur dibungkus kain kemudian dipakai untuk pembalut, sebaliknya pengaruh sosial budaya yang positif, misalnya mengganti pembalut setiap kali buang air kecil dan buang air besar, kemungkinan akan mendorong ibu untuk mencari informasi dan melakukan vulva hygiene secara benar.
Peran keluarga sangat mempengaruhi pengetahuan ibu tentang vulva hygiene, karena peran keluarga akan menunjukkan kepada beberapa perilaku yang bersifat homogen yang diharapkan secara normatif dari keluarga dalam situasi sosial tertentu (Nashrul Effendy, 1998). Dalam hal ini peran keluarga meliputi pengetahuan, sikap dan perilaku. Keluarga mempunyai peran penting dalam perawatan anggota keluarganya, yaitu membimbing ibu nifas dalam perawatan vulva higiene.
Oleh karena itu diharapkan peran aktif tenaga kesehatan yaitu dalam pemberian informasi atau health education akan pentingnya vulva hygiene, dimana bila vulva hygiene dilakukan dengan benar maka akan terhindar dari kemungkinan terjadinya infeksi pada alat reproduksi wanita.
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, penelitian ini diawali dengan adanya permasalahan tentang masih ada sebagian ibu nifas yang belum mampu melakukan vulva hygiene dengan benar.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan masalah sebagai berikut:
Bagaimana pengetahuan ibu nifas tentang pengertian vulva hygiene di wilayah Puskesmas Brondong ?
Bagaimana pengetahuan ibu nifas tentang manfaat vulva hygiene di wilayah Puskesmas Brondong ?
Bagaimana pengetahuan ibu nifas tentang frekuensi vulva hygiene di wilayah Puskesmas Brondong ?
Bagaimana pengetahuan ibu nifas tentang cara pelaksanaan vulva hygiene di wilayah Puskesmas Brondong ?
Bagaimana pengetahuan ibu nifas tentang vulva hygiene di wilayah Puskesmas Brondong ?

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pengetahuan ibu nifas tentang vulva hygiene di wilayah Puskesmas Brondong
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi pengetahuan ibu nifas tentang pengertian vulva hygiene di wilayah Puskesmas Brondong
2) Mengidentifikasi pengetahuan ibu nifas tentang manfaat vulva hygiene di wilayah Puskesmas Brondong
3) Mengidentifikasi pengetahuan ibu nifas tentang frekuensi vulva hygiene di wilayah Puskesmas Brondong
4) Mengidentifikasi pengetahuan ibu nifas tentang cara pelaksanaan vulva hygiene di wilayah Puskesmas Brondong
5) Mengidentifikasi pengetahuan ibu nifas tentang vulva hygiene di wilayah Puskesmas Brondong
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman proses pembelajaran dalam hal penelitian tentang vulva hygiene yang benar.
1.4.2 Bagi Profesi
Dapat memberikan masukan bagi profesi dalam mengembangkan perencanaan untuk penyuluhan kesehatan khususnya dalam hal vulva hygiene.
1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat dipakai data dasar dan referensi dalam penelitian lain terutama penelitian tentang vulva hygiene.

1.5 Batasan Penelitian
Supaya penelitian terfokus, karena banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi ibu nifas dalam vulva hygiene,maka peneliti membatasi permasalahan pengetahuan ibu nifas tentang vulva hygiene, meliputi : pengertian, manfaat, frekuensi dan cara pelaksanaan.

Comments

Popular posts from this blog

Hubungan antara peran keluarga dan tingkat kecemasan Ibu hamil untuk melakukan hubungan sexual selama kehamilan trimester III

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada manusia sexualitas dapat dipandang sebagai pencetus dari hubungan antara individu, dimana daya tarik rohaniah dan badaniah atau psikofisik menjadi dasar kehidupan bersama antara 2 insan manusia (Hanifa Wiknjosastro, 1999:589). Menurut A. Maslow dikutip oleh Soekidjo Notoatmodjo (2003:500, mengemukakan bahwa kebutuhan manusia terdiri dari 5 tingkat, yaitu kebutuhan fisik, keamanan, pengalaman dari orang lain, harga diri dan perwujudan diri. Maslow juga mengungkapkan bahwa kebutuhan manusia yang paling dasar harus terpenuhi dahulu sebelum seseorang mampu mencapai kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Salah satu dari kebutuhan fisik atau kebutuhan yang paling dasar tersebut adalah sexual. Kebutuhan sexual juga harus diperhatikan bagaimana cara pemenuhannya seperti halnya dengan kebutuhan fisik lainnya, meskipun seseorang dalam keadaan hamil. 1 Walaupun sebenarnya sexual

gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan dan minuman yang paling sempurna bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret Lowson, 2003). Sejak awal kelahirannya sampai bayi berusia 6 bulan, ASI merupakan sumber nutrisi utama bayi. Komposisi ASI sempurna sesuai kebutuhan bayi sehingga walaupun hanya mendapatkan ASI dibeberapa bulan kehidupannya, bayi bisa tumbuh optimal. ASI sangat bermanfaat untuk kekebalan tubuh bayi karena didalamnya terdapat zat yang sangat penting yang sudah terbukti melawan berbagai macam infeksi, seperti ISPA, peradangan telinga, infeksi dalam darah dan sebagainya. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan lain yang selain ASI. Makanan ini dapat berupa makan yang disiapkan secara khusus atau makanan keluarga yang dimodifikasi (Lilian Juwono: 2003). Pada umur 0-6 bulan, bayi tidak membutuhkan makanan atau minuman selain ASI. Artinya bayi hanya memperoleh susu ibu tanpa tambahan cairan lain,

gambaran pengetahuan keluarga dalam perawatan pasien gangguan jiwa Skizofrenia di URJ Psikiatri

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara maju, modern dan industri keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa, dan kecelakaan. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta identitas secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien (Dadang Hawari, 2001 : ix ). Gangguan jiwa Skizofrenia tidak terjadi dengan sendirinya begitu saja akan tetapi banyak faktor yang menyebabkan terjadinya gejala Skizofrenia . Berbagai penelitian telah banyak dalam teori biologi dan berfokus pada penyebab Skizofrenia yaitu faktor genetik, faktor neurotomi dan neurokimia atau struktur dan fungsi otak serta imunovirologi atau respon tubuh terhadap perjalanan suatu virus (Sheila L Videbec