Skip to main content

pengetahuan ibu PUS tentang keputihan di Puskesmas Pembantu

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Infeksi alat kandungan lebih sering terjadi di negara berkembang seperti Indonesia yang beriklim tropis, yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual, pemakaian peralatan pribadi seperi handuk atau pemakaian pakaian bersamaan dan dapat pula terkontaminasi melaui toilet umum sehingga dapat mengakibatkan keputihan bahkan gangguan pada infertilitas (Sulaiman Sastrowinito, 1991). Menurut Manuba IGB., (1998) keputihan merupakan semua pengeluaran cairan alat genetalia yang bukan darah. Keputihan bukan penyakit tersendiri tetapi merupakan manifestasi gejala dari hampir semua penyakit kandungan.
Keputihan bukan merupakan penyakit melainkan suatu gejala, keputihan karena faktor fisiologis sering terjadi pada keadaan seperti saat ovulasi, sebelum atau sesudah haid, saat hamil, emosi, kegemukan dan akibat rangsangan seksual (Dalimartha, 1999). Keputihan karena faktor patofisiologis biasanya terjadi akibat infeksi oleh bakteri seperti : Gonococcus, Chlamydia, Trachomatis, Gardenella, Treponema pallidum, jamur seperti : Candida albikans, parasit seperti : Trichomona vaginalis dan virus seperti : Human papiloma virus dan Herpes simplex. Selain itu juga dapat disebabkan karena kelainan alat kelamin yang didapat atau bawaan, benda asing dalam liang senggama, kanker dan menopouse (Sianturi, 2001).
Menurut Liewllyn (2002) sekitar 12% ibu PUS di Indonesia mengalami infeksi alat kelamin, tetapi yang mempunyai gejala-gejala keputihan dan gatal-gatal hanya sekitar 0,47% sampai 1% ibu PUS. Berdasarkan survei awal pada bulan September 2007 yang dilakukan pada 10 orang di Puskesmas Pembantu Desa Lamongrejo Kecamatan Ngimbang didapatkan hasil : 6 orang (60%) mengalami keputihan dan 4 orang (40%) orang tidak mengalami keputihan. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa masalah penelitian adalah masih ada ibu PUS yang mengalami keputihan.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya keputihan yaitu: pengetahuan, pendidikan, sosial budaya, lingkungan, infeksi, penggunaan obat-obatan dan penggunaan alat kontrasepsi.
Pengetahuan berasal dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba sebagian besar pengetahuan manusia berasal dari penglihatan dan pendengaran (Soekidjo Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan ibu PUS tentang hygiene genetalia itu sangat penting, karena dengan pengetahuan yang baik akan mendukung dan ibu PUS tersebut akan selalu berusaha untuk meningkatkan kebersihan pribadi terutama kebersihan genetalia atau tempat yang rentan terhadap penyakit sehingga kemungkinan terjadinya keputihan sangat kecil. Begitu sebaliknya, apabila para ibu PUS mempunyai pengetahuan yang rendah tentang kebersihan genetalia akan memungkinkan terjadinya keputihan pada ibu PUS tersebut.
Faktor Pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang kepada sesuatu yang baru. Semakin tinggi pendidikan seseorang informasi yang dimiliki lebih luas dan lebih mudah diterima termasuk informasi tentang perawatan genetalia serta akibat bila tidak melakukan perawatan genetalia. Sedangkan bila tingkat pendidikan seseorang rendah maka informasi yang diberikan akan dibiarkan begitu saja. Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok dan masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Soekidjo Notoatmodjo, 2003).
Budaya dan sosial kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tingkah laku dan hasil karya manusia yang terhimpun sejak awal manusia itu berevolusi dijadikan milik dirinya melalui proses belajar (Hadi Santoso, 1996). Pengaruh sosial budaya yang negatif, kemungkinan akan menghambat kemampuan ibu dalam melakukan perawatan genetalia, sehingga akan menimbulkan terjadinya keputihan, misalnya penggunaan alat-alat kosmetik untuk pembersih alat kelamin justru akan mengakibatkan timbulnya gangguan pada alat kelamin yaitu timbulnya gejala keputihan. Dari uraian, maka hasil kebudayaan bisa tetap dipertahankan atau berubah dan berkembang sesuai dengan perubahan dan perkembangan manusia, sehingga tidak sedikit budaya yang menguntungkan manusia bila ditinjau dari segi kesehatan dan ada pula yang merugikan.
Lingkungan memberikan pengaruh sosial pertama bagi seseorang sehingga dapat mempelajari hal-hal yang baik dan buruk yang ada pada lingkungan sehingga akan mempengaruhi cara berpikir seseorang (Soekidjo Notoatmodjo, 2003). Lingkungan merupakan kondisi yang ada disekitar manusia yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang yang mengakibatkan perubahan status kesehatan seseorang dalam hal ini adalah terjadinya keputihan.
Adanya jasad renik berupa kuman, jamur, parasit dan virus yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi akan menimbulkan gangguan dalam kehidupan sel-sel kelamin adalah normal. Namun apabila kebersihan genetalia kurang, akan memudahkan kuman yang berada di daerah tersebut menjalar kerahim dan menyebabkan terjadinya infeksi.
Pemakaian obat-obatan atau pembersih khusus wanita dengan tujuan kebersihan yang feminim untuk menghilangkan bau dan setelah hubungan kelamin merupakan kebiasaan ibu PUS yang sekarang cenderung terjadi. Misalnya penggunaan pembersih khusus seperti Deodoran vagina, Douching vagina yang bertujuan untuk kebersihan dan menghilangkkan bau setelah berhubungan kelamin. Penggunaan obat ini justru akan mengubah lingkungan vagina dan mungkin justru mengijinkan pertumbuhan organisme seperti : Candida, Gardenella, dan Trichomonas yang merupakan kuman-kuman penyebab timbulnya infeksi dengan gelaja keputihan. Padahal tanpa pemakaian obat-obatan tersebut vagina sudah dapat membersihkan diri sendiri karena adanya bakteri lactobacilli yang biasanya hidup di dalam yang berguna untuk menghilangkan asam lactic dan hidrogen peroksida yang membunuh kebanyakan hewan kecil yang masuk ke dalam vagina (Liewellyn, 2002).
Penggunaan Kontrasepsi juga dapat menimbulkan terjadinya keputihan. Misalnya pada akseptor KB jenis hormonal dan IUD lebih sering terkena keputihan atau radang panggul. Hal ini disebabkan dari berbagai macam penyebab, antara lain : ibu PUS dengan IMS memakai AKDR dan penggunaan hormonal yang terlalu lama.
Selain itu, perilaku kesehatan pada genetalia yang kurang baik seperti cara melakukan vulva hygiene yang salah sehabis buang air, penggunaan pembersih vagina yang dapat membunuh flora normal yang ada dalam vagina dan pemakaian celana dalam yang ketat dan tidak menyerap keringat yang terbuat dari kain berserat dan bahan sintetik yang menahan kelembaban dan peningkatan suhu disekitar alat kelamin, sehingga hal tersebut menimbulkan serangan keputihan. Serangan keputihan yang dialami seorang ibu PUS akan menyebabkan kurang nyaman dan kehilangan percaya diri sehingga menimbulkan masalah psikologis (Liewllyn, 2002).
Oleh karena itu untuk mengatasi masalah diatas, maka dibutuhkan peran petugas pelayanan kesehatan baik bidan maupun perawat secara promotif maupun konseling dengan cara memberikan penyuluhan dan bimbingan tentang perawatan alat kelamin dan hal-hal yang berhubungan dengan masalah kewanitaan baik secara langsung maupun melalui kader kesehatan sehingga ibu PUS mempunyai pengetahuan yang baik dalam perawatan alat kelaminnya.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan masalah : “Bagaimana pengetahuan ibu PUS tentang keputihan di Puskesmas Pembantu Desa Lamongrejo Kecamatan Ngimbang ?”

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pengetahuan ibu PUS tentang keputihan di Puskesmas Pembantu Desa Lamongrejo Kecamatan Ngimbang
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengidentifikasi pengetahuan ibu PUS tentang pengertian keputihan di Puskesmas Pembantu Desa Lamongrejo Kecamatan Ngimbang
Mengidentifikasi pengetahuan ibu PUS tentang gejala keputihan di Puskesmas Pembantu Desa Lamongrejo Kecamatan Ngimbang
Mengidentifikasi pengetahuan ibu PUS tentang penyebab keputihan di Puskesmas Pembantu Desa Lamongrejo Kecamatan Ngimbang
Mengidentifikasi pengetahuan ibu PUS tentang jenis keputihan di Puskesmas Pembantu Desa Lamongrejo Kecamatan Ngimbang
Mengidentifikasi pengetahuan ibu PUS tentang keputihan di Puskesmas Pembantu Desa Lamongrejo Kecamatan Ngimbang



1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Memperoleh kemampuan dalam penelitian yang realisasi dan memperluas wawasan tentang penelitian selanjutnya.
1.4.2 Bagi Masyarakat
Memperoleh informasi tentang pentingnya pengetahuan dan hygiene genetalia pada ibu PUS guna mencegah terjadinya keputihan.
1.4.3 Bagi Institusi Pelayanan
Sebagai bahan masukan untuk menyiapkan perencanaan sosialisasi penyuluhan tentang higyene genetalia.

1.5 Batasan Penelitian
Dari beberapa faktor kemungkinan diatas, maka peneliti membatasi pada faktor pengetahuan ibu PUS tentang keputihan yang meliputi : pengertian, gejala, penyebab dan jenis keputihan.

Comments

Popular posts from this blog

Hubungan antara peran keluarga dan tingkat kecemasan Ibu hamil untuk melakukan hubungan sexual selama kehamilan trimester III

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada manusia sexualitas dapat dipandang sebagai pencetus dari hubungan antara individu, dimana daya tarik rohaniah dan badaniah atau psikofisik menjadi dasar kehidupan bersama antara 2 insan manusia (Hanifa Wiknjosastro, 1999:589). Menurut A. Maslow dikutip oleh Soekidjo Notoatmodjo (2003:500, mengemukakan bahwa kebutuhan manusia terdiri dari 5 tingkat, yaitu kebutuhan fisik, keamanan, pengalaman dari orang lain, harga diri dan perwujudan diri. Maslow juga mengungkapkan bahwa kebutuhan manusia yang paling dasar harus terpenuhi dahulu sebelum seseorang mampu mencapai kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Salah satu dari kebutuhan fisik atau kebutuhan yang paling dasar tersebut adalah sexual. Kebutuhan sexual juga harus diperhatikan bagaimana cara pemenuhannya seperti halnya dengan kebutuhan fisik lainnya, meskipun seseorang dalam keadaan hamil. 1 Walaupun sebenarnya sexual

gambaran pengetahuan keluarga dalam perawatan pasien gangguan jiwa Skizofrenia di URJ Psikiatri

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara maju, modern dan industri keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa, dan kecelakaan. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta identitas secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien (Dadang Hawari, 2001 : ix ). Gangguan jiwa Skizofrenia tidak terjadi dengan sendirinya begitu saja akan tetapi banyak faktor yang menyebabkan terjadinya gejala Skizofrenia . Berbagai penelitian telah banyak dalam teori biologi dan berfokus pada penyebab Skizofrenia yaitu faktor genetik, faktor neurotomi dan neurokimia atau struktur dan fungsi otak serta imunovirologi atau respon tubuh terhadap perjalanan suatu virus (Sheila L Videbec

gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan dan minuman yang paling sempurna bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret Lowson, 2003). Sejak awal kelahirannya sampai bayi berusia 6 bulan, ASI merupakan sumber nutrisi utama bayi. Komposisi ASI sempurna sesuai kebutuhan bayi sehingga walaupun hanya mendapatkan ASI dibeberapa bulan kehidupannya, bayi bisa tumbuh optimal. ASI sangat bermanfaat untuk kekebalan tubuh bayi karena didalamnya terdapat zat yang sangat penting yang sudah terbukti melawan berbagai macam infeksi, seperti ISPA, peradangan telinga, infeksi dalam darah dan sebagainya. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan lain yang selain ASI. Makanan ini dapat berupa makan yang disiapkan secara khusus atau makanan keluarga yang dimodifikasi (Lilian Juwono: 2003). Pada umur 0-6 bulan, bayi tidak membutuhkan makanan atau minuman selain ASI. Artinya bayi hanya memperoleh susu ibu tanpa tambahan cairan lain,